Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak
I.
Latar Belakang
Jika diperhatikan dalam
kehidupan sehari-hari, pada saat anak-anak belajar bahasa diluar sekolah
terlihat mudah, berbeda dengan mereka belajar bahasa di sekolah yang terlihat
sulit dan membosankan.
Pemerolehan bahasa dan
perkembangan bahasa mendasari kemampuan
mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar . Sekolah dasar merupakan tempat untuk
menampung berbagai karakter bahasa siswa dari masing-masing keluarganya. Begitu
juga karakteristik setiap anak tidak sama sehingga
dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa, kita dapat mengatasi
perbedaan perkembangan bahasa pada siswa, agar kita dengan mudah memahami cara
belajar bahasa mereka diluar sekolah sehingga juga mudah menerima bahasa yang
diberikan disekolah. Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwi bahasa bahkan multi
bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa,
kita dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya
lingkungan anak didik kita dan menghargai keragaman budaya tersebut.
II.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa anak?
2.
Apa saja faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak?
3.
Apa saja strategi dalam pemerolehan bahasa anak?
4.
Apa yang dimaksud dengan perkembangan bahasa?
5.
Bagaimana tahap perkembangan bahasa pada anak?
III.
Pembahasan
A.
Pengertian Pemerolehan Bahasa
Bahasa adalah suatu simbol yang
digunakan untuk berkomunikasi antar individu lain. Anak memperoleh bahasa itu
melalui teori , tahapan dan strategi. Pemerolehan bahasa adalah
proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa dari ibunya. Proses-proses ketika anak sedang
memperoleh bahasa dari ibunya terdiri dari dua aspek: pertama aspek
performance yang terdiri dari aspek-aspek pemahaman dan pelahiran, kedua aspek
kompetensi. Proses-proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau
kemampuan mempersepsikan kalimat-kalimat yang didengar sedangkan proses
pelahiran melibatkan kemampuan melahirkan atau mengucapkan kalimat-kalimat
sendiri. Kedua kemampuan ini apabila telah betul-betul dikuasai seorang anak
akan menjadi kemampuan linguistiknya.
Berdasarkan pengamatan dan kajian para ahli
bahasa dapat disimpulkan bahwa manusia telah dilengkapi sesuatu yang khusus dan
secara alamiah untuk dapat berbahasa dengan cepat dan mudah.Miller dan Chomsky
(1957) menyebutkan LAD (language acquisition device) yang intinya bahwa setiap
anak telah memiliki LAD yang dibawa sejak lahir.
- Pemerolehan Bahasa Pertama dan Kedua
a)
Pengertian
Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat
hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat
menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi,
tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa
yang bersangkutan dengan baik. Kedua,
pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai
makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas,
kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan
kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan
bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak
pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa tersebut, bahasa
anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada
bentuk atau
struktur bahasanya. Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan
komunikasinya dengan orang tua atau kerabat dekatnya.
Gracia (dalam, Krisanjaya, 1998) mengatakan
bahwa pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan,
memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata
sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Kalau kita beranggapan bahwa fungsi tangisan
sebagai awal dari kompetensi komunikasi, maka ucapan kata tunggal yang biasanya
sangat individual dan kadang aneh seperti: “mamam” atau “maem” untuk makan, hal
ini menandai tahap pertama perkembangan bahas formal. Untuk perkembangan
berikutnya kemampuan anak akan bergerak ke tahap yang melebihi tahap awal tadi,
yaitu anak akan menghadapi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan
fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Ada dua pandangan mengenai pemerolehan bahasa
(Mc Graw dalam Krisanjaya, 1998). Pertama pemerolehan bahasa mempunyai
permulaan mendadak atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun
ketika anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari simbol pada
kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Pandangan kedua
menyatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial dan kemampuan kognitif
pralinguistik.
Lenneberg seorang ahli teori belajar bahasa
yang terkenal (1969) mengatakan bahwa perkembangan bahasa bergantung pada
pematangan otak secara biologis. Pematangan otak memungkinkan ide berkembang
dan selanjutnya memungkinkan pemerolehan bahasa anak berkembang. Terdapat
banyak bukti, manusia memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak lahir
berupa kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus untuk manusia.
Bukti yang memperkuat pendapatnya itu, antara lain:
Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya
dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi manusia bagian otak tertentu yang
mendasari bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak normal.
Kelainan hanya sedikit berpengaruh terhadap
keterlambatan perkembangan bahasa anak. Bahasa
tidak dapat diajarkan kepada mahluk lain. Bahasa
bersifat universal, setiap bahasa dilandasi unsur fonologi, semantik dan
sintaksis yang universal.
Steinberg (1990) seorang ahli psikolinguistik
, menjelaskan perihal hubungan bahasa dan pikiran. Menurutnya sistem pikiran
yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit-demi sedikit apabila ada
rangsangan lingkungan sekitarnya sebagai masukan atau input. Input ini berupa
apa yang didengar, dilihat dan apa yang disentuh anak yang menggambarkan benda,
peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami. Lama-kelamaan pikirannya
akan terbentuk dengan sempurna. Apabila pikiran telah berbentuk dengan sempurna
dan apabila masukan bahasa dialami secara serentak dengan benda, peristiwa, dan
keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari.
Walaupun masih terdapat perbedaan tentang
teori pemerolehan bahasa anak, tetapi kita semua meyakini bahwa bahasa
merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai
budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain yang hidup di masyarakat.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan
karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Agar anak dapat
disebut menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur penting yang berkaitan
dengan perkembangan kognitif anak, yaitu pemahaman tentang waktu, ruang,
modalitas, sebab akibat yang merupakan bagian penting dalam perkembangan
kognitif penguasaan bahasa ibu seorang anak.
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua
keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan
kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu, maka yang
dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa,
baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui
kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk,1998).
Ada juga pendapat Kiparsky dalamTarigan
(1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan
oeh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua
sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana
dari bahasa yang bersangkutan.
b) Pemerolehan
Bahasa Kedua
Pemerolehan
bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah
terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa
ibu). Ada juga yang menyamakan istilah
bahasa kedua sebagai bahasa asing. Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah
bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam
bahasa daerah tertentu sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia
dan bahasa asing. Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan
pengajaran bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara
tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan
politik, ekonomi, dan pendidikan.
Terdapat
perbedaan dalam proses belajar bahasa pertama dan bahasa kedua. Proses belajar
bahasa pertama memiliki ciri-ciri:
- Belajar tidak disengaja
- Berlangsung sejak lahir
- Lingkungan keluarga sangat menentukan
- Motivasi ada karena kebutuhan
- Banyak waktu untuk mencoba bahasa
- Banyak kesempatan untuk berkomunikasi.
Pada proses
belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri:
Ø Belajar bahasa disengaja, misalnya
karena menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah.
Ø Berlangsung setelah pelajar berada
di sekolah.
Ø Lingkungan sekolah sangat menentukan.
Ø Pelajar tidak mempunyai banyak waktu
untuk mempraktikan bahasa yang dipelajari.
Ø Bahasa pertama mempengaruhi proses
belajar bahasa kedua.
Ø Ada orang yang mengorganisasikannya,
yakni guru dan sekolah.
B.
Faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak
1. Faktor Biologis
Setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan kemampuan
kodrati atau alami yang memungkinkannya menguasai bahasa. Potensi alami itu
bekerja secara otomatis. Chomsky (1975 dalam Santrock, 1994) menyebut potensi
yang terkandung dalam perangkat biologis anak dengan istilah Piranti
pemerolehan bahasa (Language Acquisition Devives). Dengan piranti itu, anak
dapat menercap sistem suatu bahasa yang terdiri atas subsistem fonologis, tata
bahasa, kosakata, dan pragmatik, serta menggunakannya dalam berbahasa.
Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada 3, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap.
Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada 3, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap.
Dalam proses berbahasa, seseorang dikendalikan oleh
sistem syaraf pusat yang ada di otaknya. Pada belahan otak sebelah kiri
dikendalikan oleh sistem syaraf pusat yang ada di mengontrol produksi atau
penghasilan bahasa, seperti berbicara dan menulis. Pada belahan otak sebelah
kanan terdapat wilayah wernicke yang mempengaruhi dan bagian otak itu terdapat
wilayah motor suplementer. Bagian ini berfungsi untuk mengendalikan unsur fisik
penghasil ujaran.
Berdasarkan tugas tenaga bagian otak itu, alur penerimaan
dan penghasilan bahasa dapat disederhanakan seperti berikut. Bahasa didengarkan
dan dipahami melalui daerah Wernicke. Isyarat bahasa itu kemudian dialihkan ke
daerah Broca untuk mempersiapkan penghasilan balasan. Selanjutnya isyarat
tanggapan bahasa itu dikirimkan ke daerah motor, seperti alat ucap, untuk
menghasilkan bahasa secara fisik.
2. Faktor Lingkungan Sosial
Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak
memerlukan orang lain untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Anak yang secara
sengaja dicegah untuk mendegarkan sesuatu atau menggunakan bahasanya untuk
berkomunikasi, tidak akan memiliki kemampuan berbahasa. Bahasa yang diperoleh
anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam
lingkungan yang menggunakan bahasa. Atas dasar itu maka anak memerlukan orang
lain untuk mengirimkan dan menerima tanda-tanda suara dalam bahasa itu secara
fisik. Anak memerlukan contoh atau model berbahasa, respon atau tanggapan,
secara temah untuk berlatih dan beruji coba dalam belajar bahasa dalam konteks
yang sesungguhnya.
Dengan demikian, lingkungan sosial tempat anak tinggal
dan tumbuh, seperti keluarga dan masyarakat merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan pemerolehan bahasa anak
.
3. Faktor Intelegensi
Intelengesi adalah daya atau kemampuan anak dalam
berpikir atau bernalar. Zanden (1980) mendefinisikannya sebagai kemampuan
seseorang dalam memecahkan masalah. Intelengesiini bersifat abstrak dan tak
dapat diamati secara langsung. Pemahaman kita tentang tingkat intelengensi
seseorang hanya dapat disimpulkan melalui perilakunya.
Seorang anak yang bernalar tinggi akan lebih sukses dari pada anak yang berdaya nalar pas-pasan, kecali anak-anak yang sangat rendah intelegensinya seperti yang telah dijelaskan pada faktor bilogis, dapat belajar dan memperoleh bahasa dengan sukses. Perbedaannya terletak pada jangka waktu dan tingkat kreativitas. Anak yang berintelengensi tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak dan lebih bevariasi bahasanya dari pada anak-anak yang bernalar sedang atau rendah.
Seorang anak yang bernalar tinggi akan lebih sukses dari pada anak yang berdaya nalar pas-pasan, kecali anak-anak yang sangat rendah intelegensinya seperti yang telah dijelaskan pada faktor bilogis, dapat belajar dan memperoleh bahasa dengan sukses. Perbedaannya terletak pada jangka waktu dan tingkat kreativitas. Anak yang berintelengensi tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak dan lebih bevariasi bahasanya dari pada anak-anak yang bernalar sedang atau rendah.
4. Faktor Motivasi
Benson (1988) menyatakan bahwa kekuatan motivasi dapat
menjelaskan “Mengapa seorang anak yang normal sukses mempelajari bahasa
ibunya”. Sumber motivasi itu ada 2 yaitu dari dalam dan luar diri anak.
Dalam belajar bahasa seorang anak tidak terdorong demi
bahasa sendiri. Dia belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat, seperti
lapar, haus, serta perlu perhatian dan kasih sayang (Goodman, 1986; Tompkins
dan Hoskisson. 1995). Inilah yang disebut motivasi intrinsik yang berasal dari
dalam diri anak sendiri. Untuk itulah mereka memerlukan kemunikasi dengan
sekitarnya. Kebutuhan komunikasi ini ditunjukkan agar dia dapat dipahami dan
memahami guna mewujudkan kepentingan dirinya.
Dalam perkembangan selanjutnya si anak merasakan bahwa
komunikasi bahasa yang dilakukannya membuat orang lain senang dan gembira
sehingg dia pun kerap menerima pujian dan respon baik dari mitra bicaranya.
Kondisi ini memacu anak untuk belajar dan menguasai bahasanya lebih baik lagi.
Karena dorongan belajar anak itu berasal dari luar dirinya maka motivasinya
disebut motivasi ekstrinsik.
C. STRATEGI PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
Berbeda dengan orang dewasa, anak kecil cenderung lebih
cepat belajar dan menguasai suatu bahasa. Dalam lingkungan masyarakat bahasa
apa pun mereka hidup anak-anak hanya memerlukan waktu relatif sebentar untuk
menguasai sistem bahasa itu. Apalagi kalau mereka berada dalam lingkungan
bahasa ibunya (B1).
Sebenarnya strategi apa yang ditempuh anak-anak dalam
belajar bahasa sehingga dengan cepat mereka dapat menguasai itu. Padahal mereka
tidak sengaja belajar atau diajari secara khusus. Ternyata, untuk memperoleh
kemampuan bahasa lisannya mereka melakukannya dengan berbagai cara seperti di
bawah ini.
1. Mengingat
Mengigat merupakan peranan penting dalam belajar bahasa
anak atau belajar apa pun. Ketika dia menyentuh, mencerap, mencium, melihat, dan
mendengar sesuatu, memori anak menyimpangnya. Pancaindra itu sangat penting
bagi anak dalam membangun pengetahuan tentang dunianya.
Pada setiap awal belajar bahasa, anak mulai membangun
pengetahuan tentang kombinasi bunyi-bunuyi tertentu yang menyertai dan merujuk
pada sesusatu yang dia alami. Ingatan itu akan semakin kuat, terutama apabila
penyebutan akan benda atau peristiwa tertentu terjadi berulang-ulang. Dengan
cara ini, anak-anak mengingat kata-kata tentang sesusatu sekaligus
berulang-ulang pula cara mengucapnya.
Hanya saja, bahasa yang diingat anak ketika diucapkan
tidak salah tepat. Mungkin lafalnya kurang pas atau hanya suku kata awal atau
akhirnya saja. Hal ini terjadi karena pertumbuhan otak dan alat ucap anak masih
sedsang berkembang. Dia menyimpan kata yang dia dengar, yang dia diperlukan
dalam memorinya. Dia pun mencoba mengatakannya. Namun tingkat perkembangannya
yang belum memungkinkan dia melafalkan tuturan sesempurna orang dewasa. Oleh
karena itu, dalam berbahasa biasanya anak dibantu oleh ekspresi, gerak tangan
atau menunjuk benda-benda tertentu. Inilah versi bahasa anak.
Mengingat kondisi itu, dalam berkomunikasi dengan anak
biasanya orang tua atau orang dewasa menyederhanakan bahasanya. Penyerderhanaan
itu diwujudkan dalam tuturan yang pelan, ekspresif, dan modifikasi kata yang
mudah diingat dan diucapkan anak, seperti kata “pus” untuk kucing, “mimi” untuk
minum, “mamam” atau “Ma’em” untuk makan, “bobo” tidur, dan “pipis” untuk
kencing.
2. Meniru
Strategi penting lainnya yang dilakukan anak dalam
belajar bahasa adalah peneriuan. Perwujudan strategi ini sebenarnya tak dapat
dipisahkan dari strategi mengingat. Perkataan anak tidaklah selalu merupakan
pengulangan searah persis apa yang didengarnya, seperti halnya beo. Seorang
anak mengulang suatu tuturan yang dicontohkan. Tuturan anak cenderung mengalami
perubahan. Perubahan itu dapat berupa pengurangan, penambahan, dan penggatian
kata atau pengurutan susunan kata.
Sedikitnya ada 2 penyebab. Penyebab pertama, berkaitan
dengan perkembangan otak, penguasaan kaidah bahasa, serta alat ucap. Dengan
demikian anak hanya akan mengucapkan tuturan yang telah dikuasainya. Penyebab
kedua, berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak. Di suatu sisi secara
bertahap dia dapat memahami dan menggunakan suatu sistem bahasa yang
memungkinkan dia mengerti dan memproduksi jumlah tuturan yang tak terbatas.
Keadaan ini mendorong anak senang melakukan percobaan atau eksperimen dalam
berbahas. Percobaan ini terus berlangsung sampai kemampuan berbahasanya
berpindah pada tingkat yang lebih kompleks.
Atas dasar itu pula, tampaknya sulit bagi anak untuk
meniru bulat-bulat tuturan orang dewasa. Sebab, apabila anak berkonsentrasi
pada tuturan tersebut maka perkembangan kemampuan komunikasinya akan sangat
terganggu. Hasilnya pun akan sangat terbatas (MaCaualay, 1980). Oleh karena itu tak perlu heran apabila suatu ketika anda
mendengar anak mampu memproduksi tuturan yang belum penrah anda dengar
sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam belajar bahasa, seorang anak tidak
sekedar menangkap kata-kata. Dia juga terutama karena mencerna prinsip-prinsip
organisasi bahasa secara alami. Dengan demikian, sifast peniruan anak cenderung
bersifat dinamis dan kreatif. Oleh karena strategi peniruan itu pula maka
model (orang) yang memberikan masukan kebahasaan kepada anak sangat mempengaruhi
corak bahasa yang baik. Sebaliknya, apabila modelnya kurang baik maka versi
bahasa yang kurang baik itulah yang akan dipelajarinya.
D. Pengertian
Perkembangan Bahasa Anak
Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak dan
tahap-tahap perkembagan bahasa anak sangat penting bagi pelaksanaan
pembelajaran bahasa. Oleh karena itu guru SD perlu menguasai berbagai konsep
yang terkait dengan perkembangan bahasa anak.
Anak kita dapat berbahasa dengan lancar, memerlukan
latihan yang intensif dan bertahap. Hal ini sesuai dengan pendapat Soenyono
Darjowidjojo (Taringan dkk 1998) bahwa pemerolehan bahasa anak itu tidaklah
tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka
berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, da sosialnya.
Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai oleh suatu rangkaian
kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju
tuturan yang lebih kompleks. Perkembangan bahasa anak itu dipengaruhi oleh
bakat bawaan, lingkungan atau faktor lain menunjang, yaitu perkembagan fisik
dan intelektual.
Menurut taringan (1998) ada dua persyarata dasar yang
memungkinkan anak dapat memperoleh kemampuan berbahasa, yaitu pontensi faktor
biologis yang dimiliki sang anak, serta dukungan sosial yang diperolehnya.
Selain itu, ada beberapa faktor penunjang yang merupakan penjabaran dari kedua
hal diatas yang dapat memengaruhi tingkat kemampuan bahasa yang diperoleh anak.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah:
a.
Faktor
biologis
b.
Faktor
lingkungan sosial
c.
Faktor
intelegensi; dan
d.
Faktor
motivasi
Sehubungan
dengan hal tersebut, tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana yang tak
bermakna, dan celotehan bayi merupakan alur perkembangan bahasa anak menuju
kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak, celoteh merupakan semacam
latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan
dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.
·
Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Anak
Kemampuan
berbahasa merupakan suatu potensi yanng dimiliki semua anak manusia yang
normal. Kemampuan itu diperolehnya tanpa melalui pembelajaran khusus. Yang mengejutkan dalam waktu yang relatif
singkat, anak sudah dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.
Bahkan, sebelum bersekolah, ia telah mampu bertutur seperti orang dewasa untuk
berbagai keperluan dan dalam bermacam situasi.
1. Tahap Pralinguistik (Masa Meraba)
Pada tahap ini, bunyi-bunyi
bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah
menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, secara keseluruhan bunyi
tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak
anak lahir sampai berumur 12 bulan.
a. Pada umur 0-2 bulan, anak
hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, sakit,
atau ketidaknyamanan. Sekalipun bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara bahasa,
tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
b. Pada umur 2-5 bulan, anak
mulai mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip
konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap senyum atau ucapan
ibunya atau orang lain.
c. Pada umur 4-7 bulan, anak
mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi yang lebih lama. Bunyi mirip
konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi.
d. Pada umur 6-12 bulan, anak
mulai berceloteh. Celotehannya merupakan pengulangan konsonan dan v okal yang
sama seperti/ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/.
2. Tahap satu – kata
Fase ini berlangsung ketika
anak berusia 12-18 bulan. Pada masa ini, anak menggunakan satu kata yang
memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya, satu – kata mewakili
satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, frase ini disebut
juga tahap holofrasis.
3. Tahap dua – kata
Fase ini berlangsung sewaktu
anak berusia sekitar 18-24 bulan. Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak
berkembang dengan cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara.
Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang dituturkan anak
hanyalah kata-kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata
kerja. Kata-kata yang tidak penting, seperti halnya kalau kita menulis
telegram, dihilangkan.
4. Tahap banyak – kata
Fase ini berlangsung ketika
anak berusia 3-5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3-4
tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia
tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih. Pada umur
5-6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa.
Pada tahap-tahap
perkembangan bahasa, berkembang pula penguasaan mereka atas sistem bahasa yang
dipelajarinya. Sistem bahasa terdiri atas subsistem berikut:
a. Fonologi, yaitu pengetahuan tentang
pelafalan dan penggabungan bunyi-bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna.
b. Gramatika (tata bahasa), yaitu
pengetahuan tentang aturan pembentukan unsusr tuturan
c. Semantik leksikal (kosakata), yaitu
pengetahuan tentang aturan pembentukan unsusr tuturan
d. Pragmatik,
yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai
keperluan
Simpulan
Pada
saat anak-anak belajar bahasa diluar sekolah terlihat mudah, berbeda dengan
mereka belajar bahasa di sekolah yang terlihat sulit dan membosankan. Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa
mendasari kemampuan mengajarkan
bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar . Sekolah dasar merupakan tempat untuk
menampung berbagai karakter bahasa siswa dari masing-masing keluarganya. Karakteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan
perkembangan bahasa, kita dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada
siswa. Untuk memperoleh kemampuan bahasa
lisannya mereka melakukannya dengan berbagai cara yaitu mengingat dan meniru
serta melalui Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa
Anak
yaitu Tahap Pralinguistik (Masa
Meraba), Tahap
satu – kata, Tahap
dua – kata, Tahap
banyak – kata serta beberapa faktor
yang mempengaruhi perkembangan dan pemerolehan bahasa anak..
DAFTAR PUSTAKA
Ristiana. Dkk. 2012. Pemerolehan
dan Perkembangan Bahasa, diakses pada tanggal 10
September 2013, www.slideshare.net/rizzty/makalah/pemerolehan-dan-perkembangan-bahasa-anak.
http://elylucuimud.wordpress.com/2010/06/24/pemerolehan-dan-perkembangan-bahasa-anak/. Diakses tanggal 10 September 2013.
http://praditarachman.blogspot.com/2012/11/pemerolehan-dan-perkembangan-bahasa-anak.html. Diakses tanggal 10 September 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar