Kamis, 05 Juni 2014

Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak



Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak

       I.            Latar Belakang
Jika diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari, pada saat anak-anak belajar bahasa diluar sekolah terlihat mudah, berbeda dengan mereka belajar bahasa di sekolah yang terlihat sulit dan membosankan.
Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa mendasari kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar . Sekolah dasar merupakan tempat untuk menampung berbagai karakter bahasa siswa dari masing-masing keluarganya. Begitu juga karakteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa, kita dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswa, agar kita dengan mudah memahami cara belajar bahasa mereka diluar sekolah sehingga juga mudah menerima bahasa yang diberikan disekolah. Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwi bahasa bahkan multi bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa, kita dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkungan anak didik kita dan menghargai keragaman budaya tersebut.


    II.            Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa anak?
2.      Apa saja faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak?
3.      Apa saja strategi dalam pemerolehan bahasa anak?
4.      Apa yang dimaksud dengan perkembangan bahasa?
5.      Bagaimana tahap perkembangan bahasa pada anak?






 III.            Pembahasan
A.    Pengertian Pemerolehan Bahasa
Bahasa adalah suatu simbol yang digunakan untuk berkomunikasi antar individu lain. Anak memperoleh bahasa itu melalui teori , tahapan dan strategi. Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa dari ibunya. Proses-proses ketika anak sedang memperoleh bahasa dari  ibunya terdiri dari dua aspek: pertama aspek performance yang terdiri dari aspek-aspek pemahaman dan pelahiran, kedua aspek kompetensi. Proses-proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau kemampuan mempersepsikan kalimat-kalimat yang didengar sedangkan proses pelahiran melibatkan kemampuan melahirkan atau mengucapkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua kemampuan ini apabila telah betul-betul dikuasai seorang anak akan menjadi kemampuan linguistiknya.
Berdasarkan pengamatan dan kajian para ahli bahasa dapat disimpulkan bahwa manusia telah dilengkapi sesuatu yang khusus dan secara alamiah untuk dapat berbahasa dengan cepat dan mudah.Miller dan Chomsky (1957) menyebutkan LAD (language acquisition device) yang intinya bahwa setiap anak telah memiliki LAD yang dibawa sejak lahir.
  1. Pemerolehan Bahasa Pertama dan Kedua
a)      Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa tersebut, bahasa anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk atau struktur bahasanya. Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan komunikasinya dengan orang tua atau kerabat dekatnya.
Gracia (dalam, Krisanjaya, 1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Kalau kita beranggapan bahwa fungsi tangisan sebagai awal dari kompetensi komunikasi, maka ucapan kata tunggal yang biasanya sangat individual dan kadang aneh seperti: “mamam” atau “maem” untuk makan, hal ini menandai tahap pertama perkembangan bahas formal. Untuk perkembangan berikutnya kemampuan anak akan bergerak ke tahap yang melebihi tahap awal tadi, yaitu anak akan menghadapi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Ada dua pandangan mengenai pemerolehan bahasa (Mc Graw dalam Krisanjaya, 1998). Pertama pemerolehan bahasa mempunyai permulaan mendadak atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun ketika anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari simbol pada kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Pandangan kedua menyatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial dan kemampuan kognitif pralinguistik.
Lenneberg seorang ahli teori belajar bahasa yang terkenal (1969) mengatakan bahwa perkembangan bahasa bergantung pada pematangan otak secara biologis. Pematangan otak memungkinkan ide berkembang dan selanjutnya memungkinkan pemerolehan bahasa anak berkembang. Terdapat banyak bukti, manusia memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak lahir berupa kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus untuk manusia. Bukti yang memperkuat pendapatnya itu, antara lain:
Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi manusia bagian otak tertentu yang mendasari bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak normal.
Kelainan hanya sedikit berpengaruh terhadap keterlambatan perkembangan bahasa anak. Bahasa tidak dapat diajarkan kepada mahluk lain. Bahasa bersifat universal, setiap bahasa dilandasi unsur fonologi, semantik dan sintaksis yang universal.
Steinberg (1990) seorang ahli psikolinguistik , menjelaskan perihal hubungan bahasa dan pikiran. Menurutnya sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit-demi sedikit apabila ada rangsangan lingkungan sekitarnya sebagai masukan atau input. Input ini berupa apa yang didengar, dilihat dan apa yang disentuh anak yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami. Lama-kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Apabila pikiran telah berbentuk dengan sempurna dan apabila masukan bahasa dialami secara serentak dengan benda, peristiwa, dan keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari.
Walaupun masih terdapat perbedaan tentang teori pemerolehan bahasa anak, tetapi kita semua meyakini bahwa bahasa merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain yang hidup di masyarakat. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Agar anak dapat disebut menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur penting yang berkaitan dengan perkembangan kognitif anak, yaitu pemahaman tentang waktu, ruang, modalitas, sebab akibat yang merupakan bagian penting dalam perkembangan kognitif penguasaan bahasa ibu seorang anak.
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk,1998).
Ada juga pendapat Kiparsky dalamTarigan (1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oeh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.
b)     Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu). Ada juga yang menyamakan istilah bahasa kedua sebagai bahasa asing. Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing. Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaran bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan.
Terdapat perbedaan dalam proses belajar bahasa pertama dan bahasa kedua. Proses belajar bahasa pertama memiliki ciri-ciri:
  • Belajar tidak disengaja
  • Berlangsung sejak lahir
  • Lingkungan keluarga sangat menentukan
  • Motivasi ada karena kebutuhan
  • Banyak waktu untuk mencoba bahasa
  • Banyak kesempatan untuk berkomunikasi.

Pada proses belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri:
Ø  Belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah.
Ø  Berlangsung setelah pelajar berada di sekolah.
Ø  Lingkungan sekolah sangat menentukan.
Ø  Pelajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikan bahasa yang dipelajari.
Ø  Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
Ø  Ada orang yang mengorganisasikannya, yakni guru dan sekolah.

B.     Faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak

1. Faktor Biologis
Setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan kemampuan kodrati atau alami yang memungkinkannya menguasai bahasa. Potensi alami itu bekerja secara otomatis. Chomsky (1975 dalam Santrock, 1994) menyebut potensi yang terkandung dalam perangkat biologis anak dengan istilah Piranti pemerolehan bahasa (Language Acquisition Devives). Dengan piranti itu, anak dapat menercap sistem suatu bahasa yang terdiri atas subsistem fonologis, tata bahasa, kosakata, dan pragmatik, serta menggunakannya dalam berbahasa.
Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada 3, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap.
Dalam proses berbahasa, seseorang dikendalikan oleh sistem syaraf pusat yang ada di otaknya. Pada belahan otak sebelah kiri dikendalikan oleh sistem syaraf pusat yang ada di mengontrol produksi atau penghasilan bahasa, seperti berbicara dan menulis. Pada belahan otak sebelah kanan terdapat wilayah wernicke yang mempengaruhi dan bagian otak itu terdapat wilayah motor suplementer. Bagian ini berfungsi untuk mengendalikan unsur fisik penghasil ujaran.
Berdasarkan tugas tenaga bagian otak itu, alur penerimaan dan penghasilan bahasa dapat disederhanakan seperti berikut. Bahasa didengarkan dan dipahami melalui daerah Wernicke. Isyarat bahasa itu kemudian dialihkan ke daerah Broca untuk mempersiapkan penghasilan balasan. Selanjutnya isyarat tanggapan bahasa itu dikirimkan ke daerah motor, seperti alat ucap, untuk menghasilkan bahasa secara fisik.

2. Faktor Lingkungan Sosial
Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak memerlukan orang lain untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Anak yang secara sengaja dicegah untuk mendegarkan sesuatu atau menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi, tidak akan memiliki kemampuan berbahasa. Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam lingkungan yang menggunakan bahasa. Atas dasar itu maka anak memerlukan orang lain untuk mengirimkan dan menerima tanda-tanda suara dalam bahasa itu secara fisik. Anak memerlukan contoh atau model berbahasa, respon atau tanggapan, secara temah untuk berlatih dan beruji coba dalam belajar bahasa dalam konteks yang sesungguhnya.
Dengan demikian, lingkungan sosial tempat anak tinggal dan tumbuh, seperti keluarga dan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan pemerolehan bahasa anak
.
3. Faktor Intelegensi
Intelengesi adalah daya atau kemampuan anak dalam berpikir atau bernalar. Zanden (1980) mendefinisikannya sebagai kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Intelengesiini bersifat abstrak dan tak dapat diamati secara langsung. Pemahaman kita tentang tingkat intelengensi seseorang hanya dapat disimpulkan melalui perilakunya.
Seorang anak yang bernalar tinggi akan lebih sukses dari pada anak yang berdaya nalar pas-pasan, kecali anak-anak yang sangat rendah intelegensinya seperti yang telah dijelaskan pada faktor bilogis, dapat belajar dan memperoleh bahasa dengan sukses. Perbedaannya terletak pada jangka waktu dan tingkat kreativitas. Anak yang berintelengensi tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak dan lebih bevariasi bahasanya dari pada anak-anak yang bernalar sedang atau rendah.

4. Faktor Motivasi
Benson (1988) menyatakan bahwa kekuatan motivasi dapat menjelaskan “Mengapa seorang anak yang normal sukses mempelajari bahasa ibunya”. Sumber motivasi itu ada 2 yaitu dari dalam dan luar diri anak.
Dalam belajar bahasa seorang anak tidak terdorong demi bahasa sendiri. Dia belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat, seperti lapar, haus, serta perlu perhatian dan kasih sayang (Goodman, 1986; Tompkins dan Hoskisson. 1995). Inilah yang disebut motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Untuk itulah mereka memerlukan kemunikasi dengan sekitarnya. Kebutuhan komunikasi ini ditunjukkan agar dia dapat dipahami dan memahami guna mewujudkan kepentingan dirinya.
Dalam perkembangan selanjutnya si anak merasakan bahwa komunikasi bahasa yang dilakukannya membuat orang lain senang dan gembira sehingg dia pun kerap menerima pujian dan respon baik dari mitra bicaranya. Kondisi ini memacu anak untuk belajar dan menguasai bahasanya lebih baik lagi. Karena dorongan belajar anak itu berasal dari luar dirinya maka motivasinya disebut motivasi ekstrinsik.

C.       STRATEGI PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

Berbeda dengan orang dewasa, anak kecil cenderung lebih cepat belajar dan menguasai suatu bahasa. Dalam lingkungan masyarakat bahasa apa pun mereka hidup anak-anak hanya memerlukan waktu relatif sebentar untuk menguasai sistem bahasa itu. Apalagi kalau mereka berada dalam lingkungan bahasa ibunya (B1).
Sebenarnya strategi apa yang ditempuh anak-anak dalam belajar bahasa sehingga dengan cepat mereka dapat menguasai itu. Padahal mereka tidak sengaja belajar atau diajari secara khusus. Ternyata, untuk memperoleh kemampuan bahasa lisannya mereka melakukannya dengan berbagai cara seperti di bawah ini.

1. Mengingat
Mengigat merupakan peranan penting dalam belajar bahasa anak atau belajar apa pun. Ketika dia menyentuh, mencerap, mencium, melihat, dan mendengar sesuatu, memori anak menyimpangnya. Pancaindra itu sangat penting bagi anak dalam membangun pengetahuan tentang dunianya.
Pada setiap awal belajar bahasa, anak mulai membangun pengetahuan tentang kombinasi bunyi-bunuyi tertentu yang menyertai dan merujuk pada sesusatu yang dia alami. Ingatan itu akan semakin kuat, terutama apabila penyebutan akan benda atau peristiwa tertentu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini, anak-anak mengingat kata-kata tentang sesusatu sekaligus berulang-ulang pula cara mengucapnya.
Hanya saja, bahasa yang diingat anak ketika diucapkan tidak salah tepat. Mungkin lafalnya kurang pas atau hanya suku kata awal atau akhirnya saja. Hal ini terjadi karena pertumbuhan otak dan alat ucap anak masih sedsang berkembang. Dia menyimpan kata yang dia dengar, yang dia diperlukan dalam memorinya. Dia pun mencoba mengatakannya. Namun tingkat perkembangannya yang belum memungkinkan dia melafalkan tuturan sesempurna orang dewasa. Oleh karena itu, dalam berbahasa biasanya anak dibantu oleh ekspresi, gerak tangan atau menunjuk benda-benda tertentu. Inilah versi bahasa anak.
Mengingat kondisi itu, dalam berkomunikasi dengan anak biasanya orang tua atau orang dewasa menyederhanakan bahasanya. Penyerderhanaan itu diwujudkan dalam tuturan yang pelan, ekspresif, dan modifikasi kata yang mudah diingat dan diucapkan anak, seperti kata “pus” untuk kucing, “mimi” untuk minum, “mamam” atau “Ma’em” untuk makan, “bobo” tidur, dan “pipis” untuk kencing.

2. Meniru
Strategi penting lainnya yang dilakukan anak dalam belajar bahasa adalah peneriuan. Perwujudan strategi ini sebenarnya tak dapat dipisahkan dari strategi mengingat. Perkataan anak tidaklah selalu merupakan pengulangan searah persis apa yang didengarnya, seperti halnya beo. Seorang anak mengulang suatu tuturan yang dicontohkan. Tuturan anak cenderung mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa pengurangan, penambahan, dan penggatian kata atau pengurutan susunan kata.
Sedikitnya ada 2 penyebab. Penyebab pertama, berkaitan dengan perkembangan otak, penguasaan kaidah bahasa, serta alat ucap. Dengan demikian anak hanya akan mengucapkan tuturan yang telah dikuasainya. Penyebab kedua, berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak. Di suatu sisi secara bertahap dia dapat memahami dan menggunakan suatu sistem bahasa yang memungkinkan dia mengerti dan memproduksi jumlah tuturan yang tak terbatas. Keadaan ini mendorong anak senang melakukan percobaan atau eksperimen dalam berbahas. Percobaan ini terus berlangsung sampai kemampuan berbahasanya berpindah pada tingkat yang lebih kompleks.
Atas dasar itu pula, tampaknya sulit bagi anak untuk meniru bulat-bulat tuturan orang dewasa. Sebab, apabila anak berkonsentrasi pada tuturan tersebut maka perkembangan kemampuan komunikasinya akan sangat terganggu. Hasilnya pun akan sangat terbatas (MaCaualay, 1980). Oleh karena itu tak perlu heran apabila suatu ketika anda mendengar anak mampu memproduksi tuturan yang belum penrah anda dengar sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam belajar bahasa, seorang anak tidak sekedar menangkap kata-kata. Dia juga terutama karena mencerna prinsip-prinsip organisasi bahasa secara alami. Dengan demikian, sifast peniruan anak cenderung bersifat dinamis dan kreatif.  Oleh karena strategi peniruan itu pula maka model (orang) yang memberikan masukan kebahasaan kepada anak sangat mempengaruhi corak bahasa yang baik. Sebaliknya, apabila modelnya kurang baik maka versi bahasa yang kurang baik itulah yang akan dipelajarinya.

D.       Pengertian Perkembangan Bahasa Anak
Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak dan tahap-tahap perkembagan bahasa anak sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa. Oleh karena itu guru SD perlu menguasai berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan bahasa anak.
Anak kita dapat berbahasa dengan lancar, memerlukan latihan yang intensif dan bertahap. Hal ini sesuai dengan pendapat Soenyono Darjowidjojo (Taringan dkk 1998) bahwa pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, da sosialnya. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai oleh suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Perkembangan bahasa anak itu dipengaruhi oleh bakat bawaan, lingkungan atau faktor lain menunjang, yaitu perkembagan fisik dan intelektual.
Menurut taringan (1998) ada dua persyarata dasar yang memungkinkan anak dapat memperoleh kemampuan berbahasa, yaitu pontensi faktor biologis yang dimiliki sang anak, serta dukungan sosial yang diperolehnya. Selain itu, ada beberapa faktor penunjang yang merupakan penjabaran dari kedua hal diatas yang dapat memengaruhi tingkat kemampuan bahasa yang diperoleh anak. Faktor-faktor yang dimaksud adalah:
a.       Faktor biologis
b.      Faktor lingkungan sosial
c.       Faktor intelegensi; dan
d.      Faktor motivasi
Sehubungan dengan hal tersebut, tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana yang tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan alur perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak, celoteh merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.

·         Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Anak
                 Kemampuan berbahasa merupakan suatu potensi yanng dimiliki semua anak manusia yang normal. Kemampuan itu diperolehnya tanpa melalui pembelajaran khusus. Yang mengejutkan dalam waktu yang relatif singkat, anak sudah dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Bahkan, sebelum bersekolah, ia telah mampu bertutur seperti orang dewasa untuk berbagai keperluan dan dalam bermacam situasi.
1.      Tahap Pralinguistik (Masa Meraba)
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, secara keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur 12 bulan.
a.   Pada umur 0-2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
b.   Pada umur 2-5 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
c.   Pada umur 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi yang lebih lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi.
d.  Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya merupakan pengulangan konsonan dan v okal yang sama seperti/ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/.
2.      Tahap satu – kata
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12-18 bulan. Pada masa ini, anak menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya, satu – kata mewakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, frase ini disebut juga tahap holofrasis.

3.      Tahap dua – kata
Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18-24 bulan. Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara. Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang dituturkan anak hanyalah kata-kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Kata-kata yang tidak penting, seperti halnya kalau kita menulis telegram, dihilangkan.
4.      Tahap banyak – kata
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 3-5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3-4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih. Pada umur 5-6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa.
Pada tahap-tahap perkembangan bahasa, berkembang pula penguasaan mereka atas sistem bahasa yang dipelajarinya. Sistem bahasa terdiri atas subsistem berikut:
a. Fonologi, yaitu pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi-bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna.
b. Gramatika (tata bahasa), yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan unsusr tuturan
c. Semantik leksikal (kosakata), yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan unsusr tuturan
d. Pragmatik, yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan


Simpulan
Pada saat anak-anak belajar bahasa diluar sekolah terlihat mudah, berbeda dengan mereka belajar bahasa di sekolah yang terlihat sulit dan membosankan. Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa mendasari kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar . Sekolah dasar merupakan tempat untuk menampung berbagai karakter bahasa siswa dari masing-masing keluarganya. Karakteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa, kita dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswa. Untuk memperoleh kemampuan bahasa lisannya mereka melakukannya dengan berbagai cara yaitu mengingat dan meniru serta melalui Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Anak yaitu  Tahap Pralinguistik (Masa Meraba), Tahap satu – kata, Tahap dua – kata, Tahap banyak – kata serta beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pemerolehan bahasa anak..















DAFTAR PUSTAKA
Ristiana. Dkk. 2012. Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa, diakses pada tanggal  10 September 2013, www.slideshare.net/rizzty/makalah/pemerolehan-dan-perkembangan-bahasa-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar