Deklamasi
dan Pementasan Sastra Anak
I. PEMBUKA
1.1 Latar
belakang
Deklamasi
dan pementasan sastra saat ini banyak
kita jumpai umumnya pada dunia hiburan yang banyak dipraktikkan oleh orang
dewasa. Sebenarnya hal itu dapat dipraktikkan pada anak-anak, akan tetapi
belum dapat mementaskannya secara maksimal, seperti halnya pada anak-anak SD yang disuruh gurunya untuk
menampilkan drama kecil atau baca puisi di dalam kelas. Hal tersebut terjadi
karena siswa belum mengerti dan paham cara-cara pementasan yang baik, benar,
dan menarik perhatian. Mereka cenderung semaunya sendiri, terkadang ragu-ragu
dan malu-malu serta tidak memperhatikan aturan dalam pendeklamasian dan
pementasan.
Ketidaktahuan
mereka merupakan tangggung jawab pendidik untuk membuat mereka menjadi tahu
sehingga mampu menampilkan sebuah karya yang indah dan menarik. Oleh karena
itu, kita sebagai calon pendidik perlu mempelajari deklamasi dan
pementasan karya sastra anak sebagai bekal pengajar, ataupun yang ingin menjadi
deklamator dan deklamaktris.
1.2 Rumusan
masalah
1.2.1 Apa
yang disebut deklamasi?
1.2.2 Bagaimana
cara berdeklamasi yang baik?
1.2.3 Bagaimana
penilaian dalam deklamasi dan pementasan karya sastra anak?
1.3 Tujuan
penulisan
1.3.1 Mengetahui
pengertian deklamasi.
1.3.2 Mengetahui
cara berdeklamasi dan mementaskan karya sastra yang baik.
1.3.3 Mengetahui
penilaian dalam deklamasi dan pementasan karya sastra.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
deklamasi
Kata “deklamasi“ berasal dari bahasa Inggris “declamation”
yang berarti penyuaraan sesuatu lewat suara. Secara umum, deklamasi merupakan
suatu kegiatan membawakan atau menyampaikan puisi atau prosa secara lisan
disertai mimik, intonasi, dan gerak jasmaniah yang wajar sesuai konteks makna
larik atau yang dituturkan. Aspek-aspek tersebut harus saling menunjang dan
atau saling melengkapi dalam menciptakan suasana deklamasi yang dapat memukau para penonton.
Bahan yang dideklamsikan tidak hanya
berupa pantun, puisi, sajak namun novel dan cerpen juga bisa dideklamasikan
dengan memilih sajak puisi dan pantun yang baik, dan menarik untuk
dideklamsikan. Orang yang menyampaikan berdeklamasi hasil karya sastra disebut
deklmator untuk laki-laki dan deklamaktris untuk perempuan.
2.2 Syarat
berdeklamasi
Menjadi pendeklamasi puisi yang baik ada sejumlah syarat yang
perlu dipenuhi. Syarat-syarat tersebut sifatnya saling menunjang. Salah satu
syarat yang kurang dipenuhi akan berpengaruh secara totalitas terhadap taraf kemenarikan deklamasi puisi yang ditampilkan.
Menurut Ali (1982) syarat yang harus dipenuhi seorang pembaca atau deklamasi
puisi adalah sebagai berikut:
2.2.1 Mempunyai kemampuan teknis
Kemampuan
teknis yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pembaca atau deklamator puisi
yang baik adalah suara yang jelas, vokal yang sempurna, mahir membentuk irama,
mampu mengubah warna suara secara tepat dan
menarik.
2.2.2 Penguasan mimik
Seorang deklamator harus memiliki kemampuan
mengubah-ubah raut muka yang alamiah dan wajar sesuai makna larik atau bait
puisi yang dideklamasikan, mimik marah, mimik takut, mimik terharu, mimik
sedih,mimik.heran, dan sebagainya.
2.2.3 Penguasaan gestur
Seorang pembaca atau deklamator puisi harus
memiliki penguasan gerak anggota tubuh (gestur) secara reflek
dan pantas sesuai isi larik puisi yang dideklamasikan. Fungsinya sebagai
komplementer bagi pelafalan dan intonasi larik atau baik
yang dilantunkan.
2.2.4 Penguasaan
memahami puisi dengan tepat
Salah memahami isi suatu sajak yang
dideklamasikan akan berpengaruh terhadap lafal, intonasi,
mimik, dan gerak tubuh yang ditampilkan.
Karena itu, seorang pembaca atau deklamator puisi harus memiliki kemampuan
memahami isi, suasana, sikap pengarang yang tersembunyi.
2.3 Deklamasi
dan unsur penilaian
Menilai dan menentukan suatu deklamasi yang
baik perlu memperhatikan berbagai aspek
berikut:
2.3.1 Pelafalan
Pelafalan yang dimaksud adalah pelafalan bunyi
vokal, konsonan secara tepat, misalnya makan tidak diucapkan makang
tetapi makan, cepat tidak dilafalkan cepa’ tetapi cepat, kemana tidak dilafalkan kemana
tetap kemana, kiri tidak dilafalkan keri tetapi kiri dan
lain sebagainya. Di samping itu, pelafalan menyangkut pula dengan masalah kejelasan yakni
pelafalan bunyi vokal, konsonan, dengan volume suara yang jelas dan
sempurna, sebagi contoh vokal /o/ dilafalkan
denga suara yang keras atau jelas serta dengan bentuk mulut yang tidak
setengah bundar.
2.3.2 Intonasi
Intonasi
yang dimaksud berkaitan dengan deklamasi puisi bukan hanya berkaitan
dengan aspek panjang pendeknya suara (tempo), tinggi rendahnya suara
(nada) melainkan juga termasuk keras lembutnya suara (tekanan) dan perhentian
suara sejenak (jeda) pada saat mendeklamasikan larik atau bait puisi.
Keseluruhan aspek tersebut tentu tampak secara keseluruhan
sebagai suatu komponen yang saling berhubungan secara utuh.
2.3.3 Efek
wajah atau mimik
Efek wajag atau mimik adalah perubahan raut wajah sesuai
konteks makna dan suasana puisi atau prosa yang dibaca. Penampakan
mimik yang tepat merupakan cerminan dari tingkat pemahaman dan
penghayatan makna dan suasana penuturan, dan sikap pengarang karya sastra
tersebut. Ekspresi wajah atau mimik dalam
deklamasi sastra dapat terdiri atas beberapa macam, antara lain, mimik sedih,
mimik marahh atau tegas, mimik gembira,
dan lain sebagainya. Menurut Remelan, (1982) mengungkapkan berbagai ciri-ciri efek wajah atau mimik sebagai berikut :
Mimik sedih: wajah tampak muram, pandangan
mata kelihatan sayu , bibir mengatup rapat.
Mimik marah: mata membelalak
, tampak galak, dahi berkerut.
Mimik gembira :pandangan mata bercahaya, muka berbinar-binar bibir merekah
tersenyum.
2.3.4
Gestur atau kelenturan
tubuh
Gestur atau kelenturan
adalah kemampuan pembaca menguasai anggota tubuh dalam
menggerakkannya secara lentur, refleks namun
kelihatan wajar dan alamiah sebagai sarana penunjang. Gestur atau
gerak jasmaniah harus selalu sejalan dengan pemaparan intonasi dan perasaan
pembaca, misalnya saat membaca larik puisi gunung yang tinggi, tangan menunjuk ke
atas secara lentur dan refleks, pada saat membaca larik /sungai yang berkelok-kelok/ tangan
bergerak berkelok-kelok secara lentur dan refleks dan sebagainya.
2.3.5 Konversesi
Kepribadian deklamator yang gampang
demam panggung, pemalu, dan tidak percaya diri, tentu sulit menampilkan kesan
yang simpati yang dapat memukau bagi khalayak penonton. Konversasi
mengindikasikan bahwa deklamator mampu tampil diatas pentas dengan sikap dan
penampilan yang komunikatif dan menarik bagi penonton.
2.4 Pengertian
drama
Kata drama berasal dari kata Yunani,
draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya.
Jadi kata drama dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. Drama adalah
karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud di pertunjukkan
oleh aktor. Pementasan naskah drama dikenal dengan istilah teater. Drama yang
memiliki muatan sastra mulai ada pada 1926, yaitu dengan lahirnya karya Rustam
Effendi yang berjudul Bebasari.
2.5 Teknik
pementasan drama
2.5.1 Teknik muncul
Cara
pemain memunculkan diri pada saat tampil pertama kalinya diatas pentas dalam satu drama babak, atau
adegan. Pemunculan tersebut memberi kesan pada para penonton sesuai
peran yang dimainkan.
2.5.2 Teknik memberi
isi
Pengucapan suatu kalimat dengan penekanan
makna tertentu melalui tempo, nada, dan dinamik. Misalnya:
DIA sangat baik padaku (bukan saya atau mereka)
Dia SANGAT baik padaku (bukan kurang atau
cukup)
Dia sangat BAIK padaku ( bukan tidak baik )
Dia sangat baik PADAKU (bukan orang lain tapi padaku)
Teknik ini harus terpadu dengan teknik jasmaniah seperti mimik,
sikap, gerak anggota badan lainnya (gestur).
2.5.3 Teknik pengembangan
Teknik membuat drama bergerak dinamis menuju klimas atau drama tidak
datar. Teknik ini terbagi atas beberapa teknik yang intinya menyangkut penggunan pengucapan dan jasmaniah.
2.5.4 Teknik timing
Teknik ini
merupakan ketepatan hubungan antara gerakan jasmaniah dengan
kata-kata atau kalimat yang diucapkan dalam waktu yang singkat atau
sekejap, misalnya:
- Bergerak sebelum mengucapkan kata-kata
tertentu, seperti menepuk kepala
“aku lupa, maaf!’
- Bergerak sambil mengucapkan sesuatu seperti menepuk
kepala sambil mengucapkan
“Aku lupa, maaf!”
- Bergerak setelah mengucapkan sesuatu
seperti “Aku lupa, maaf!” lalu menepuk
kepala.
2.5.5 Teknik penonjolan
Penonjolan isi merupakan teknik dimana
seorang pemain harus memahami pada bagian mana suatu kalimat yang
perlu ditonjolkan pada saat diucapkan. Seterusnya pada bagian mana
dalam suatu adegan atau babak yang perlu ditonjokan. Hal ini agar penonton
dapat menikmati pementasan dengan penuh keharuan.
2.6 Dasar-dasar
pementasan drama anak
Dasar-dasar pementasan yang perlu dikuasai
denga baik supaya pemantasan dapat menarik simpati penonton. Dasar-dasar tersebut sebagai berikut:
2.6.1 Penguasaan vokal
Seorang calon pemain
drama harus menguasai pelafalan bunyi konsonandan vokal sesuai artikulasinya
secara tepat dan sempurna, disertai suara yang jelas dan keras.
2.6.2
Penguasaan
mimik-intonasi dasar
Seorang calon pemain
harus menguasai berbagai mimik dasar seperti mimik sedih,
gembira, marah. Di samping mimik harus pula menguasai berbagai intonasi dasar seperti intonasi sedih, gembira, marah. Mimik dan intonasi sangat mendukung peran
yang dimainkan.
2.6.3
Penguasaan
kelenturan tubuh
Tubuh seorang pemain
drama harus lentur atau elastis sehingga dalam memainkan peran tertentu tidak kelihatan
kaku. Untuk mencapai penguasaai tubuh yang elastis, perlu melakukan serangkaian
latihan gerakan seperti berlari cepat dalam jarak dekat, bolak balik ke utara,
selatan, timur, barat, ke segala penjuru.
2.6.4
Pengusaan pemahaman
waktu peran
Suatu peran menjadi hidup bila aktornya
memiliki penguasaan pemahaman dan
penghayatan watak peran yang tepat. Untuk memperoleh pemahaman watak peran yang
tepat, perlu mengadakan analisis peran berdasarkan naskah. Watak tersebut dibayangkan sedalam-dalamnya
sehingga pada saat memainkan peran
tersebut, watak pribadi aktor terganti dengan watak peran yang semestinya
diperankan.
2.6.5
Penguasaan
pemanggungan
Penguasaan pemanggungan
sebagai suatu yang harus dimiliki oleh setiap pemain dama, antara lain
berkaitan dengan:
2.6.5.1 Teknik muncul
Teknik muncul pada saat
pertama kali aktor tampil di panggung sesuai peran yang dimainkan Pemunculan
itu befungsi memberi kesan simpati bagi penonton.
2.6.5.2
Bloking
Bloking yakni
penguasaan masing-masing aktor tentang daerah gerakannya di atas panggung
sehingga panggung kelihatan tak berat sebelah.
2.6.5.3
Penguasaan cahaya dan bunyi
Penguasaan cahaya dan
bunyi yakni aktor perlu
penguasaan menyesuaikan diri dengan perubahan cahaya dan
bunyi (sound system) di atas panggung.
2.7 Mementaskan Drama
Drama
ditulis dengan maksud dipentaskan. Jadi, kurang lengkap jika naskah drama tidak
dipentaskan. Kita dapat menikmati dan mengapresiasi cerita drama secara lengkap
melalui pementasan. Pementasan drama harus melibatkan berbagai unsur pendukung.
Unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:Unsur
utama, yang terdiri atas sutradara, pemain, teknisi (pekerja panggung), dan
penonton. Unsur pendukung, yang terdiri atas pentas dan komposisinya,
kostum, tata rias, pencahayaan, tata suara, dan ilustrasi musik. Pada saat akan
menganalisis pementasan drama kamu bukan hanya melihat unsur utama dan unsur
ceritanya saja (tokoh, konflik, latar, penggarapan bahasa, tema, dan pesan),
melainkan harus melihat unsur pendukung. Berikut ini adalah langkah-langkah
pementasan drama:
Ø Menyusun naskah berdasarkan ide asli
atau saduran dari kisah-kisah yang telah ada.
Ø Lakukan pembedahan secara
bersama-sama terhadap isi naskah yang akan dimainkan. Tujuannya agar semua
calon pemain memahami isi naskah yang akan dimainkan itu.
Ø Calon pemain membaca keseluruhan
naskah sehingga dapat mengenal masing-masing peran.
Ø Melakukan pemilihan peran (Casting).
Tujuannya agar peran yang akan dimainkan desuai dengan kemampuan akting pemain.
Ø Mendalami peran yang akan dimainkan.
Pendalaman peran dilakukan dengan mengadakan pengamatan di lapangan. Misalnya,
kalau peran kita sebagai seoarang tukang jamu, lakukanlah pengamatan terhadap
kebiasaan dan cara kehidupan para tukang jamu. Demikian pula jika kita berperan
sebagai seorang raja.
Ø Sutradara mengatur teknis pentas,
yakni dengan cara mengarahkan dan mengatur pemain. Misalnya, dari mana seorang
pemain itu harus muncul dan dari mana mereka berada ketika dialog dimainkan
(Blocking) .
Ø Pemain menjalani latihan secara
lengkap, mulai dari dialog sampai pengaturan pentas (Running).
Ø Gladi Resik atau latihan terakhir
sebelum pentas. Semua bermain dari awal sampai akhir pementasan tanpa ada
kesalahan lagi.
Ø Pementasan yang akan dilaksanakan
harus dengan pemain dan dekor yang siap dan lengkap.
III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deklamasi adalah
suatu seni untuk membacakan suatu karya sastra dengan lagu atau gerak tubuh
sebagai alat bantu.Tidak semua orang dapat menjadi seorang
deklamator/deklamatris. Deklamator /deklamatris harus mampu memilih karya
sastra yang tepat untuk melakukan deklamasi,karena dalam pendeklamasian karya
sastra harus memperhatikan syarat syarat serta tata cara agar hasilnya indah
dan menarik. Selain itu mereka juga harus mempunyai bekal yang cukup untuk
untuk dapat melakukan deklamasi dengan baik.
3.2 Saran
Dalam pendeklamasian dan pementasan
karya sastra harus saling berhubungan,
sebuah pementasan tanpa adanya deklamasi itu bukan sebuah pentas, begitu
sebalikanya deklamasi harus dipentaskan entah di depan kelas, di aula dengan
adanya masyarakat umun yang menyaksikan. Pementasan yang baik tidak hanya
memperhatikan cara pendeklamasiannya saja tetapi harus diperhatikan juga unsure
pendukung lainnya. Baik itu naskahnya,
alur ceritanya, pemerannya, dilengkapi pula cara pendeklamasian yang baik maka
akan tercipta sebuah pentas drama yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Faisal, M. Dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD 3 SKS. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Tjokroatmodjo
dkk. 1985. Pendidikan Seni Drama Suatu Pengantar. Surabaya: Usaha Nasional.
Abd. Halik. 2009. “Deklamasi dan Pementasan Karya Sastra Anak-Anak” (online).http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/MataKuliahAwal/KajianBahasaIndonesiaSD/BAC/Unit_9.pdf (23 november 2013, 14:13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar