Kamis, 05 Juni 2014

Deklamasi dan Pementasan Sastra Anak



Deklamasi dan Pementasan Sastra Anak

I.       PEMBUKA
1.1  Latar belakang
Deklamasi dan  pementasan sastra saat ini banyak kita jumpai umumnya pada dunia hiburan yang banyak dipraktikkan oleh orang dewasa.  Sebenarnya hal itu dapat  dipraktikkan pada anak-anak, akan tetapi belum dapat mementaskannya secara maksimal, seperti halnya  pada anak-anak SD yang disuruh gurunya untuk menampilkan drama kecil atau baca puisi di dalam kelas. Hal tersebut terjadi karena siswa belum mengerti dan paham cara-cara pementasan yang baik, benar, dan menarik perhatian. Mereka cenderung semaunya sendiri, terkadang ragu-ragu dan malu-malu serta tidak memperhatikan aturan dalam pendeklamasian dan pementasan.
Ketidaktahuan mereka merupakan tangggung jawab pendidik untuk membuat mereka menjadi tahu sehingga mampu menampilkan sebuah karya yang indah dan menarik. Oleh karena itu, kita sebagai calon pendidik perlu mempelajari deklamasi dan pementasan  karya  sastra anak sebagai bekal  pengajar, ataupun yang ingin menjadi deklamator dan deklamaktris.

1.2  Rumusan masalah
1.2.1   Apa yang disebut deklamasi?
1.2.2   Bagaimana cara berdeklamasi yang baik?
1.2.3   Bagaimana penilaian dalam deklamasi dan pementasan karya sastra anak?

1.3  Tujuan penulisan
1.3.1   Mengetahui pengertian deklamasi.
1.3.2   Mengetahui cara berdeklamasi dan mementaskan karya sastra yang baik.
1.3.3   Mengetahui penilaian dalam deklamasi dan pementasan karya sastra.


II.    PEMBAHASAN
2.1  Pengertian deklamasi
Kata “deklamasi“ berasal dari bahasa Inggris “declamation” yang berarti penyuaraan sesuatu lewat suara. Secara umum, deklamasi merupakan suatu kegiatan membawakan atau menyampaikan puisi atau prosa secara lisan disertai mimik, intonasi, dan gerak jasmaniah yang wajar sesuai konteks makna larik atau yang dituturkan. Aspek-aspek tersebut harus saling menunjang dan atau saling melengkapi dalam menciptakan suasana deklamasi yang dapat memukau para penonton.
Bahan yang dideklamsikan tidak hanya berupa pantun, puisi, sajak namun novel dan cerpen juga bisa dideklamasikan dengan memilih sajak puisi dan pantun yang baik, dan menarik untuk dideklamsikan. Orang yang menyampaikan berdeklamasi hasil karya sastra disebut deklmator untuk laki-laki dan deklamaktris untuk perempuan.

2.2  Syarat berdeklamasi
Menjadi pendeklamasi puisi yang baik ada sejumlah syarat yang perlu dipenuhi. Syarat-syarat tersebut sifatnya saling menunjang. Salah satu syarat yang kurang dipenuhi akan berpengaruh secara totalitas terhadap taraf kemenarikan deklamasi puisi yang ditampilkan. Menurut Ali (1982) syarat yang harus dipenuhi seorang pembaca atau deklamasi puisi adalah sebagai berikut:
2.2.1  Mempunyai kemampuan teknis
Kemampuan teknis yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pembaca atau deklamator puisi yang baik adalah suara yang jelas, vokal yang sempurna, mahir membentuk irama, mampu mengubah warna suara secara tepat dan menarik.
2.2.2 Penguasan mimik
Seorang deklamator harus memiliki kemampuan mengubah-ubah raut muka yang alamiah dan wajar sesuai makna larik atau bait puisi yang dideklamasikan, mimik marah, mimik takut, mimik terharu, mimik sedih,mimik.heran, dan sebagainya.
2.2.3 Penguasaan gestur
Seorang pembaca atau deklamator puisi harus memiliki penguasan gerak anggota tubuh (gestur) secara reflek dan pantas sesuai isi larik puisi yang dideklamasikan. Fungsinya sebagai komplementer bagi pelafalan dan intonasi larik atau baik yang dilantunkan.
2.2.4 Penguasaan memahami puisi dengan tepat
Salah memahami isi suatu sajak yang dideklamasikan akan berpengaruh terhadap lafal, intonasi, mimik, dan gerak tubuh yang ditampilkan. Karena itu, seorang pembaca atau deklamator puisi harus memiliki kemampuan memahami isi, suasana, sikap pengarang yang tersembunyi.

2.3  Deklamasi dan unsur penilaian
Menilai dan menentukan suatu deklamasi yang baik perlu memperhatikan berbagai aspek berikut:
2.3.1   Pelafalan
Pelafalan yang dimaksud adalah pelafalan bunyi vokal, konsonan secara tepat, misalnya makan tidak diucapkan makang tetapi makan, cepat tidak dilafalkan cepa’ tetapi cepat, kemana tidak dilafalkan kemana tetap kemana, kiri tidak dilafalkan keri tetapi kiri dan lain sebagainya. Di samping itu, pelafalan menyangkut pula dengan masalah kejelasan yakni pelafalan bunyi vokal, konsonan, dengan volume suara yang jelas dan sempurna, sebagi contoh vokal /o/ dilafalkan denga suara yang keras atau jelas serta dengan bentuk mulut yang tidak setengah  bundar.
2.3.2   Intonasi
Intonasi yang dimaksud berkaitan dengan deklamasi puisi bukan hanya berkaitan dengan aspek panjang pendeknya suara (tempo), tinggi rendahnya suara (nada) melainkan juga termasuk keras lembutnya suara (tekanan) dan perhentian suara sejenak (jeda) pada saat mendeklamasikan larik atau bait puisi. Keseluruhan aspek tersebut tentu tampak secara keseluruhan sebagai suatu komponen yang saling berhubungan secara utuh.
2.3.3   Efek wajah atau mimik
Efek wajag atau mimik adalah perubahan raut wajah sesuai konteks makna dan suasana puisi atau prosa yang dibaca. Penampakan mimik yang tepat merupakan cerminan dari tingkat pemahaman dan penghayatan makna dan suasana penuturan, dan sikap pengarang karya sastra tersebut. Ekspresi wajah atau mimik dalam deklamasi sastra dapat terdiri atas beberapa macam, antara lain, mimik sedih, mimik marahh atau tegas, mimik gembira, dan lain sebagainya. Menurut Remelan, (1982) mengungkapkan berbagai ciri-ciri efek wajah atau mimik sebagai berikut :
Mimik sedih: wajah tampak muram, pandangan mata kelihatan sayu , bibir mengatup rapat.
Mimik marah: mata membelalak , tampak galak, dahi berkerut.
Mimik gembira :pandangan mata bercahaya, muka berbinar-binar bibir merekah tersenyum.
2.3.4   Gestur atau kelenturan tubuh
Gestur atau kelenturan adalah kemampuan pembaca menguasai anggota tubuh dalam menggerakkannya secara lentur, refleks namun kelihatan wajar dan alamiah sebagai sarana penunjang. Gestur atau gerak jasmaniah harus selalu sejalan dengan pemaparan intonasi dan perasaan pembaca, misalnya saat membaca larik puisi gunung yang tinggi, tangan menunjuk ke atas secara lentur dan refleks, pada saat membaca larik /sungai yang berkelok-kelok/ tangan bergerak berkelok-kelok secara lentur dan refleks dan sebagainya.
2.3.5   Konversesi
Kepribadian deklamator yang gampang demam panggung, pemalu, dan tidak percaya diri, tentu sulit menampilkan kesan yang simpati yang dapat memukau bagi khalayak penonton. Konversasi mengindikasikan bahwa deklamator mampu tampil diatas pentas dengan sikap dan penampilan yang komunikatif dan menarik bagi penonton.       

2.4  Pengertian drama
Kata drama berasal dari kata Yunani, draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya. Jadi kata drama dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. Drama adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud di pertunjukkan oleh aktor. Pementasan naskah drama dikenal dengan istilah teater. Drama yang memiliki muatan sastra mulai ada pada 1926, yaitu dengan lahirnya karya Rustam Effendi yang berjudul Bebasari.

2.5  Teknik pementasan drama
2.5.1 Teknik muncul
Cara pemain memunculkan diri pada saat tampil pertama kalinya diatas pentas dalam satu drama babak, atau adegan. Pemunculan tersebut memberi kesan pada para penonton sesuai peran yang dimainkan.
2.5.2 Teknik memberi isi
Pengucapan suatu kalimat dengan penekanan makna tertentu melalui tempo, nada, dan dinamik. Misalnya:
DIA sangat baik padaku (bukan saya atau mereka)
Dia SANGAT baik padaku (bukan kurang atau cukup)
Dia sangat BAIK padaku ( bukan tidak baik )
Dia sangat baik PADAKU (bukan orang lain tapi padaku)
Teknik ini harus terpadu dengan teknik jasmaniah seperti mimik, sikap, gerak anggota badan lainnya (gestur).
2.5.3 Teknik pengembangan
Teknik membuat drama bergerak dinamis menuju klimas atau drama tidak datar. Teknik ini terbagi atas beberapa teknik yang intinya menyangkut penggunan pengucapan dan jasmaniah.
2.5.4 Teknik timing
Teknik ini merupakan ketepatan hubungan antara gerakan jasmaniah dengan kata-kata atau kalimat yang diucapkan dalam waktu yang singkat atau sekejap, misalnya:
- Bergerak sebelum mengucapkan kata-kata tertentu, seperti menepuk kepala “aku lupa, maaf!’
-    Bergerak sambil mengucapkan sesuatu seperti menepuk kepala sambil mengucapkan “Aku lupa, maaf!”
- Bergerak setelah mengucapkan sesuatu seperti “Aku lupa, maaf!” lalu menepuk kepala.
2.5.5 Teknik penonjolan
Penonjolan isi merupakan teknik dimana seorang pemain harus memahami pada bagian mana suatu kalimat yang perlu ditonjolkan pada saat diucapkan. Seterusnya pada bagian mana dalam suatu adegan atau babak yang perlu ditonjokan. Hal ini agar penonton dapat menikmati pementasan dengan penuh keharuan.

2.6  Dasar-dasar pementasan drama anak
Dasar-dasar pementasan yang perlu dikuasai denga baik supaya pemantasan dapat menarik simpati penonton. Dasar-dasar tersebut sebagai berikut:
2.6.1   Penguasaan vokal
Seorang calon pemain drama harus menguasai pelafalan bunyi konsonandan vokal sesuai artikulasinya secara tepat dan sempurna, disertai suara yang jelas dan keras.
2.6.2     Penguasaan mimik-intonasi dasar
Seorang calon pemain harus menguasai berbagai mimik dasar seperti mimik sedih, gembira, marah. Di samping mimik harus pula menguasai berbagai intonasi dasar seperti intonasi sedih, gembira, marah. Mimik dan intonasi sangat mendukung peran yang dimainkan.
2.6.3     Penguasaan kelenturan tubuh
Tubuh seorang pemain drama harus lentur atau elastis sehingga dalam memainkan peran tertentu tidak kelihatan kaku. Untuk mencapai penguasaai tubuh yang elastis, perlu melakukan serangkaian latihan gerakan seperti berlari cepat dalam jarak dekat, bolak balik ke utara, selatan, timur, barat, ke segala penjuru.
2.6.4     Pengusaan pemahaman waktu peran
Suatu peran menjadi hidup bila aktornya memiliki penguasaan pemahaman dan penghayatan watak peran yang tepat. Untuk memperoleh pemahaman watak peran yang tepat, perlu mengadakan analisis peran berdasarkan naskah. Watak tersebut dibayangkan sedalam-dalamnya sehingga pada saat memainkan peran tersebut, watak pribadi aktor terganti dengan watak peran yang semestinya diperankan.
2.6.5     Penguasaan pemanggungan
Penguasaan pemanggungan sebagai suatu yang harus dimiliki oleh setiap pemain dama, antara lain berkaitan dengan:
2.6.5.1   Teknik muncul
Teknik muncul pada saat pertama kali aktor tampil di panggung sesuai peran yang dimainkan Pemunculan itu befungsi memberi kesan simpati bagi penonton.
2.6.5.2       Bloking
Bloking yakni penguasaan masing-masing aktor tentang daerah gerakannya di atas panggung sehingga panggung kelihatan tak berat sebelah.
2.6.5.3      Penguasaan cahaya dan bunyi
Penguasaan cahaya dan bunyi yakni aktor perlu penguasaan menyesuaikan diri dengan perubahan cahaya dan bunyi (sound system) di atas panggung.

2.7 Mementaskan  Drama
Drama ditulis dengan maksud dipentaskan. Jadi, kurang lengkap jika naskah drama tidak dipentaskan. Kita dapat menikmati dan mengapresiasi cerita drama secara lengkap melalui pementasan. Pementasan drama harus melibatkan berbagai unsur pendukung. Unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:Unsur utama, yang terdiri atas sutradara, pemain, teknisi (pekerja panggung), dan penonton. Unsur pendukung, yang terdiri atas pentas dan komposisinya, kostum, tata rias, pencahayaan, tata suara, dan ilustrasi musik. Pada saat akan menganalisis pementasan drama kamu bukan hanya melihat unsur utama dan unsur ceritanya saja (tokoh, konflik, latar, penggarapan bahasa, tema, dan pesan), melainkan harus melihat unsur pendukung. Berikut ini adalah langkah-langkah pementasan drama:
Ø Menyusun naskah berdasarkan ide asli atau saduran dari kisah-kisah yang telah ada.
Ø Lakukan pembedahan secara bersama-sama terhadap isi naskah yang akan dimainkan. Tujuannya agar semua calon pemain memahami isi naskah yang akan dimainkan itu.
Ø Calon pemain membaca keseluruhan naskah sehingga dapat mengenal masing-masing peran.
Ø Melakukan pemilihan peran (Casting). Tujuannya agar peran yang akan dimainkan desuai dengan kemampuan akting pemain.
Ø Mendalami peran yang akan dimainkan. Pendalaman peran dilakukan dengan mengadakan pengamatan di lapangan. Misalnya, kalau peran kita sebagai seoarang tukang jamu, lakukanlah pengamatan terhadap kebiasaan dan cara kehidupan para tukang jamu. Demikian pula jika kita berperan sebagai seorang raja.
Ø Sutradara mengatur teknis pentas, yakni dengan cara mengarahkan dan mengatur pemain. Misalnya, dari mana seorang pemain itu harus muncul dan dari mana mereka berada ketika dialog dimainkan (Blocking) .
Ø Pemain menjalani latihan secara lengkap, mulai dari dialog sampai pengaturan pentas (Running).
Ø Gladi Resik atau latihan terakhir sebelum pentas. Semua bermain dari awal sampai akhir pementasan tanpa ada kesalahan lagi.
Ø Pementasan yang akan dilaksanakan harus dengan pemain dan dekor yang siap dan lengkap.

III. PENUTUP
3.1  Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa  deklamasi adalah suatu seni untuk membacakan suatu karya sastra dengan lagu atau gerak tubuh sebagai alat bantu.Tidak semua orang  dapat menjadi seorang deklamator/deklamatris. Deklamator /deklamatris harus mampu memilih karya sastra yang tepat untuk melakukan deklamasi,karena dalam pendeklamasian karya sastra harus memperhatikan syarat syarat serta tata cara agar hasilnya indah dan menarik. Selain itu mereka juga harus mempunyai bekal yang cukup untuk untuk dapat melakukan deklamasi dengan baik.

3.2  Saran
Dalam pendeklamasian dan pementasan karya sastra harus  saling berhubungan, sebuah pementasan tanpa adanya deklamasi itu bukan sebuah pentas, begitu sebalikanya deklamasi harus dipentaskan entah di depan kelas, di aula dengan adanya masyarakat umun yang menyaksikan. Pementasan yang baik tidak hanya memperhatikan cara pendeklamasiannya saja tetapi harus diperhatikan juga unsure pendukung lainnya.  Baik itu naskahnya, alur ceritanya, pemerannya, dilengkapi pula cara pendeklamasian yang baik maka akan tercipta sebuah pentas drama yang baik pula.
























DAFTAR PUSTAKA

Faisal, M. Dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD 3 SKS. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tjokroatmodjo dkk. 1985. Pendidikan Seni Drama Suatu Pengantar. Surabaya: Usaha Nasional.
Abd. Halik. 2009. “Deklamasi dan Pementasan Karya Sastra Anak-Anak” (online).http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/MataKuliahAwal/KajianBahasaIndonesiaSD/BAC/Unit_9.pdf (23 november 2013, 14:13)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar