Apresiasi
Sastra Secara Reseptif dan Produktif
I.
PEMBUKA
1.1 Latar
Belakang
Apresiasi adalah suatu kegiatan
seseorang dalam menggauli karya sastra untuk memberikan penilaian/pujian
terhadap kualitas sebuah karya melalui perasaan atau kepekaan batin, pemikiran
kritis, pemahaman, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang
diungkapkan oleh pengarang.
Dengan apresiasi sastra yang
intensif, usaha mendapatkan makna yang sangat penting dalam sastra memang harus
ditempuh seorang pembaca. Untuk itu, perilaku mengapresiasi sastra dapat
terjadi secara reseptif dan produktif. Apresiasi sastra, secara reseptif
terjadi ketika penikmat sastra, intensif dalam membaca, mendengarkan, dan
menyaksikan suatu pementasan sastra. Dalam apresiasi terscbut, karya sastra
yang dijadikan sebagai sasaran apresiasi reseptif dalam bentuk cerpen, puisi,
dan drama. Sementara apresiasi sastra secara produktif dapat terjadi ketika
penikmat sastra intensif dalani proses kreatif dan penciptaan sastra. Sejalan
dengan aktifitas apresiasi produktif, seorang penikmat sastra dapat
menghasilkan karya sastra dalam berbagai bentuk sesuai dengan selera yang
dimilikinya.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah pengertian
apresiasi sastra?
1.2.2
Bagaimanakah apresiasi
sastra secara reseptif?
1.2.3
Bagaimanakah apresiasi
sastra secara produktif?
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Apresiasi Sastra
Dalam Kamus Umum Bahas Indonesia
kata apresiasi berarti 1.’pujian’, 2. ‘pengertian, pemahaman’, 3.’penilaian,
penafsiran’. Dalam istilah, apresiasi berasal dari bahasa latin appreciation
yang berarti ‘mengindahkan’ atau ‘menghargai’. Pengertian apresiasi yang
dinyatakan oleh Gove (dalam Aminuddin, 2002:25) bahwa, kata aparesiasi dalam
arti luas mengandung arti pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan
pemahaman, pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan oleh
pengarang.
Bentuk apresiasi sastra yang diharapkan
dapat berwujud kegiatan langsung maupun tak langsung. Pengertian apresiasi yang
pertama diwujudkan dengan cara membaca dan atau menikmati karya-karya sastra
kreatif secara langsung, dengan segala bentuk dan ragamnya. Dalam membaca
sebuah novel, misalnya sebaiknya para siswa langsung dihadapkan pada karya
karya novel yang dianjurkan dan bukan melalui sinopsisnya seperti yang sering
dilakukan di sekolah-sekolah. Adapun pengertian apresiasi yang kedua bisa
dilakukan melalui berbagai cara yang dipandang dapat menunjang penikmatan dan
atau pemahaman terhadap suatu karya kreatif. Bentuk-bentuk apresiasi sastra tak
langsung itu, antara lain melalui membaca berbagai kritik sastra atau ulasan
para ahli, menonton film atau sinetron yang diangkat dari sebuah novel atau
drama, menonton pagelaran teater, mendokumentasikan karya-karya sastra,
melaksanakan kegiatan baca puisi dan deklamasi, atau menyelenggarakan lomba
baca maupun lomba cipta karya sastra kreatif seperti puisi dan cerpen
(Jamaludin, 2003:40).
Tarigan (1984) menjelaskan bahwa
apresiasi sastra adalah penafsiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai
yag wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar
serta kritis, sebagai seorang yang memiliki pengalaman maupun mengamati sastra
bukan hanya bisa melihat dan menafsirkan saja, melainkan dapat menilai sebuah
karya sastra tersebut dari aspek kualitasnya.
2.2
Apresiasi Sastra Secara
Resptif
2.2.1 Pendekatan emotif
Yang
melatarbelakangi lahirnya pendekatan emotif tidak lain karena karya sastra
adalah salah satu bagian dari karya seni yang sarat berbagai nilai-nilai
estetis. Nilai estetis tersebut diharapkan dapat dinikmati oleh masyarakat luas
termasuk murid SD dalam berbagai media cetak dan elektronik agar mereka dapat
memperoleh hiburan yang mendidik.
Pendekatan emotif merupakan pendekatan
yang mengarahkan pembaca untuk mampu menemukan dan menikmati nilai keindahan
(estetis) dalam suatu karya sastra tertentu, baik dari segi bentuk maupun dari
segi isi. Kaitannya dengan pendekatan emotif, Aminuddin (2004:42) mengemukakan
bahwa:
“Pendekatan
emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang
mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Ajukan emosi itu berhubungan dengan
keindahan penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau
gagasan yang lucu atau menarik”
Sebagai
contoh penerapan pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra anak secara
reseptif, kita perhatikan puisi berikut.
Dalam
termangu
Aku
masih menyebut nama-Mu
Biar
susah sungguh
Mengingat kau penu seluruh
...........................................
Jika kita
cermati dan resapi larik demi larik puisi di atas akan terasa nilai keindahan
bentuknya, kususnya dari segi persamaan bunyi akhirnya.
Selanjutnya,
kita cermati keindahan penggalan puisi W.S. Rendra yang berjudul Sajak
Sebatang Lison berikut.
...........................................
Delapan
juta kanak-kanak
menghadapi
suatu jalan panjang.
tanpa
pilihan
tanpa
pepohonan.
tanpa
dangau persinggahan
tanpa
ada bayangan ujungnya.
.............................................
Penggalan
puisi Rendra di atas dapat membersitkan keindahan irama (nada, tempo, tekanan),
keindahan diksi, gaya bahasa repetisi, dan keindahan pengungkapan rasa iba-pilu
melihat derita 8 juta anak-anak Indonesia yang tak diketahui kapan berakhir.
2.2.2 Pendekatan Didaktis
Pendekatan
didaktis tersebut ada karena mutu karya sastra antara lain ditentukan oleh ada
tidaknya nilai kemanfaatan didaktis yang terkandung di dalamnya. Semakin banyak
mengandung nilai kemanfaatan didaktis-humanistik semakin tinggi pula mutu karya
sastra itu .
Pendekatan
didaktis mengantar pembaca untuk memperoleh berbagai amanat, petuah, nasihat
atau pandangan keagamaan yang sarat dengan nilainilai yang dapat memperkaya
kehidupan rohaniah pembaca. Aminuddin (2004:47) mengemukakan bahwa:
“Pendekatan
didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukaan dan memahami gagasan,
tanggapan, evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan,
tanggapan maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan
etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mampu memperkaya kehidupan
rohaniah pembaca.”
Sebagai contoh
penerapan pendekatan didaktis dalam mengapresiasi sastra anak-anak di sekolah
Dasar kita perhatikan dan baca penggalan bait puisi berikut secara saksama.
..................
Pada
hari Sabtu sore
Sesudah
salat bersama ayah, ibu, nenek
Saya
dan kawan-kawanku
Pergi
main layang-layang
Di
tanah lapang
Nasihat
apa yang dapat diperoleh setelah membaca puisi di atas? Paling kurang ada tujuh
macam: (1) sebagai anak sekolah hendaknya bermain-main pada pada Sabtu sore
bukan Rabu sore, supaya semua PR dapat terselesaikan dengan baik, (2) hendaknya
pergi bermain sesudah salat ashar, (3) kalau shalat diupayakan berjamaah dengan
seisi rumah, (4) kalau pergi bermain jangan sendiri tetapi bersama kawan-kawan
agar lebih asyik dan jika mengalami kecelakaan ada yang menolong, (5) biasakan
hidup kebersamaan jangan biasakan hidup jalan sendiri (egois), (6) sebagai anak-anak perlu bermain jangan hanya
belajar supaya perkembangan jiwanya normal, dan (7) jika bermain layangan
kiranya di tanah lapang, bukan di jalan raya, berbahaya.
2.2.3
Pendekatan Analitis
Aminuddin (2004:44) mengungkapkan bahwa:
“Pendekatan
analitis merupakan pendekatan yang berupaya membantu pembaca memahami gagasan,
cara pengarang menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur instrinsik dan hubungan
antara elemen itu sehingga dapat membentuk keselarasan dan kesatuan dalam
rangka terbentuknya totalitas bentuk dan maknanya”.
Namun
demikian, penerapan pendekatan analitis dalam pembelajaran sastra di SD
tidaklah berarti harus selengkap seperti yang dipaparkan di atas. Telah
memadai, jika telah dapat mengungkapkan unsur-unsur yang membangun karya sastra
yang dibaca, dan dapat menujukkan hubungan antarunsur yang saling
mendukung/saling bertentangan, serta mampu memaparkan pesan-pesan yang dapat
memperkaya pengalaman rokhaniah.
Aminuddin
(2004) mengemukakan bahwa unsur dalam prosa atau cerita fiksi adalah tema,
latar, alur, penokohan, dan titik pandang, dan gaya. Keenam unsur itulah yang
dimanfaatkan oleh pengarang untuk membangun suatu cerita yang menyenangkan dan
bermakna.
2.2.3.1 Tema
Cerita
Sebagai langkah
awal yang harus ditempuh oleh pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra
prosa adalah menentukan tema. Hal ini karena tema oleh Sumardjo (1984:57)
adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita”. Tentu saja pokok pembicaraan
artau ide tersebut melandasi lahirnya karya sastra mulai dari awal sampai
akhir.
Apabila kita
memperhatikan dengan cermat, dalam sebuah karya sastra prosa, maka akan nampak
pada kita dengan jelas bahwa tema tersebut akan terasa dan mewarnai karya
sastra tersebut dari halaman awal hingga akhir. Dengan demikian, tema cerita
dapat dikatakan bahwa tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak
pengarang dalam menyusun cerita dan sekaligus merupakan permasalahan yang ingin
dipecahkan pengarang dalam karyanya.
2.2.3.2 Alur
(plot)
Rene Wellek
mengatakan bahwa plot adalah struktur penceritaan. Sedangkan Hudson mengatakan
bahwa plot adalahrangkaian kejadian dan perbuatan, rangkaian hal-hal yang
diderita oleh pelaku-pelaku sepanjang roman/nover berasangkutan. Dan akhirnya
Oemarjati mengambil kesimpulan bahwa plot adalah struktur penyusunan
kejadian-kejadian dalam cerita tapi disusun secara logis.
Berdasarkan
kutipan tersebut dapatlah kita menyatakan bahwa plot merupakan cara pengarang
menjalin kejadian-kejadian secara berentetan dengan memperhatikan hukum sebab
akibat sehingga membentuk suatu kesatuan cerita yang yang utuh dan padu.
Artinya peristiwa terdahulu menjadi sebab munculnya peristiwa kemudian dan
peristiwa yang muncul kemudian merupakan akibat peristiwa terdahulu.
Plot dilihat
dari segi sifatnya terbagi atas plot rapat dan plot longgar. Plot
rapat adalah plot yang seluruh peristiwa yang ditampilkan setiap pelaku
hanya berpusat pada satu alur, misalnya. Sedang plot longgar adalah plot
yang setiap pelakunya mempunyai alur peristiwa tersendiri; di dalamnya ada
beberapa alur cerita seperti dalam Kisah Mahabrata. Dilihat dari segi bentuknya,
plot terdiri atas beberapa macam seperti plot/alur maju, mundur dan alur
maju mundur. Alur mundur (flashback) yang dimulai menceritakan peristiwa
bagian akhir lalu kembali menceritakan bagian awal dan bagian tengah tenagah.
sedangkan alur maju (kronologis) adalah alur cerita yang menceritakan
peristiwa berdasarkan urutan waktu kejadiannya dari awal, tengah, lalu menuju
ke bagian akhir kejadian cerita. Adapun alur campuran atau maju
mundur adalah alur yang menceritakan sesuatu ketika berada pada kejadian,
di tengah cerita kembali lagi menceritakan peristiwa pada awal cerita, misalnya
saat sekolah di SMU dia bercerita ketika di masih di SD kelas 4.
Plot atau
rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita menurut Aminuddin (2004) bahwa
alur cerita dapat dikelompokkan atas lima tahapan: (1) eksposis pengenalan
masalah dengan memperkenalkan konflik pada bagi-an awal cerita., (2) komplikasi,
yakni pelaku menghadapi masalah tertentu yang berupaya untuk dipecahkan pada
bagian tengah cerita, (3) klimaks, yakni konfliks memuncak yang
diharapkan dapat terselesaikan pada menjelang bagian-bagian akhir cerita , (4) denoument masalah yang terdapat pada
bagian akhir cerita.
2.2.3.3
Penokohan
Penokohan
merupakan pelaku yang dapat berbentuk manusia atau binatang yang terlibat dalam
rangkaian peristiwa cerita. Pelaku dan sifatsifatnya merupakan unsur yang
penting karena merupakan ciri utama sebuah cerita dan pengalaman penulis
dikreasikan kepada pembaca terpusat pada pelaku dan sifatnya. Pengarang
mengembangkan karakter dalam cerita melalui keadaan pelaku, (penampilan),
prilaku yang ditampilkan (lakuan), dari apa yang diucapkan (dialog), dari apa
yang dipikirkan (monolog).
Secara umum,
pelaku dapat dikelompokkan atas pelaku utama dan pelaku tambahan. Pelaku utama
adalah pelaku yang paling menonjol perannya, terlibat secara penuh dari awal
hingga akhir peristiwa dalam cerita. Sedang pelaku tambahan adalah pelaku yang
hanya muncul pada peristiwa tertentu.
Di samping itu,
ada cerita tertentu yang mempunyai tiga macam pelaku, yakni (a) pelaku
protogonis yaitu pelaku menampilkan berbagai sifat yang baik misalnya,
bijaksana, penolong, dermawan, pemaaf dan sebagainya, (b) pelaku antagonis yakni
pelaku yang aktif dalam beberapa peristiwa dengan menampilkan sifat-sifat yang
berlawanan dengan sifat pelaku utama atau sifat jahat, misalnya misalnya:
licik, khianat, bohong, serakah, dan sebagainya, (c) pelaku tritogonis adalah
pelaku yang berfungsi melerai perseteruan antara pelaku antagonis dan pelaku
protogonis.
2.2.3.4 Latar
Cerita
Setiap peristiwa
atau perbuatan selalu berlangsung pada waktu, dan tempat tertentu. Waktu dan
tempat berlangsungnya peristiwa disebut latar, baik berupa latar fisik maupun
berupa latar sosial. Penggambaran latar yang rinci dalam narasi dapat membantu
penyusunan alur, memperjelas pelaku narasi, dan memudahkan pembaca menangkap
amanat atau pesan yang disampaikan oleh penulisnya. Namun demikian, kadangkala
ada cerita yang tidak dapat diketahui secara jelas waktu kejadiannya tetapi
latar fisik dan latar sosial masayarakat tempat terjadinya peristiwa dapat
diketahui dengan jelas.
Latar cerita
tidak hanya berkaitan dengan tempat kejadian perisitwa tetapi juga dengan waktu
dan suasana saat peristiwa yang terjadi peristiwa tersebut. Waktu terjadinya
peritiwa dapat dibagi atas: siang-malam (time of day), priode
waktu sekarang, yang akan datang, atau waktu yang telah lalu (time of period).
Penentuan latar waktu yang tepat akan mendukung gambaran suasana cerita yang
menarik. Misalnya suasana cerita yang menakutkan (horor) akan lebih tepat
memilih waktu malam “Jumat Kliwon”. Lain halnya untuk jenis cerita fantasi
biasanya merujuk pada latar waktu lampau sehingga digunakan “pada zaman
duhulu”.
2.2.3.5. Sudut
Pandang
Cara penulis
menyajikan peristiwa dalam cerita banyak ditentukan oleh sudut pandang yang
digunakan. Sudut pandang adalah posisi penulis dalam cerita yang ditulisnya.
Secara garis besar ada dua sudut pandang yangdigunakan dalam menulis cerita (a)
sudut pandang orang pertama atau gaya saya (aku atau kami) dan (b) sudut
pandang orang ketiga atau gaya dia (manusia atau binatang). Sudut pandang gaya
saya atau aku, penulis melibatkan dirinya dalam peristiwa yang
disampaikan baik sebagai pelaku utama maupun sebagai pelaku tambahan. Adapun
sudut pandang gaya dia, penulis menghadirkan orang lain atau nama lain sebagai
pelaku untuk menggambarkan idenya atau gagasannya .
Pada umumnya
cerita menggunakan gaya dia dibandingkan dengan cerita yang bergaya
aku. Hal ini gaya aku cenderung menggurui pembaca dan kelihatan
lebih tahu segala-galanya. Sedangkan gaya dia relatif dipandang wajar
sebagai suatu peristiwa yang menyenangkan, mendidik , dan memberi makna yang
menarik.
2.2.3.6. Gaya
Pengungkapan
Gaya merupakan
teknik pengarang menyampakain gagasanya lewat cerita dengan untaian kalimat
atau kata- kata yang khas. Pengungkapan tersebut dengan jelas tercermin pada
pengolahan persoalan yang ditampilkan, tema yang dicairkan dalam cerita. Gaya
tersebut relatif tidak ditemukan pada pengarangan yang lain.
Berbicara
tentang gaya pengarang dalam bercerita, ada yang bersifat lemah lembut,
kata-kata yang indah, rangkaian kalimat yang penuh cinta kasih. Sebaliknya, ada
pula yang bergaya keras, pemberontakan terhadap hal yang telah ada, ingin
melihat perubahan sesuatu secara cepat atau secara revolusioner. Di samping
itu, ada pula yang bergaya moderat, tidak terlalu lembut dan tidak terlalu
keras dalam menyampaikan gagasannya. Intinya gaya merupakan teknik penyampaian
gagasan pengarang tertentu dalam bercerita sebagai karakteristik tersendiri
bagi dirinya yang tidak ditemukan pada pengarang yang lain.
2.3
Apresiasi sastra secara produktif
2.3.1
Pendekatan Parafrastis
Parafrase merupakan salah keterampilan
yang dapat meningkatkan apre- siasi sastra siswa. Melalui parafrase, siswa
berlatih mengubah bentuk karya sastra tertentu menjadi bentuk karya sastra yang
lain tanpa mengubah tema atau gagasan pokoknya, misalnya prosa menjadi puisi,
puisi menjadi prosa , prosa menjadi drama atau sebaliknya. Dengan melalui
pengubahan bentuk tersebut, siswa dapat semakin memahami isi karya sastra
tersebut. Aminuddin (2004) menjelaskan bahwa parafrase adalah strategi
pemahaman makna suatu bentuk karya sastra dengan cara mengungkapkan kembali
karya pengarang tertentu dengan menggunakan kata-kata yang berbeda dengan
kata-kata yang digunakan pengarang.
Pendekatan parafrastis perlu dipahami
dan dialami oleh siswa karena para pengarang sering menggunakan kata yang
konotatif, kias, elipsis atau menghilangkan sebagian unsur, dan kurang menaati
tatabahasa karena adanya hak licentia poetica pengarang Kesemuanya itu dapat
menyulitkan pembaca untuk memahami karya sastra tertentu. Melalui parafrase,
pembaca dapat semakin memahami karya sastra tertentu.
Di samping itu, Aminuddin (2004)
mengemukakan bahwa pendekatan parafrastis pada dasarnya beranjak dari prinsip
bahwa (a) pengubahan bentuk karya sastra tententu ke dalam bentuk sastra yang
lain (puisi ke prosa atau sebaliknya) akan semakin meningkatkan keluasan dan
ketajaman pemahaman pembaca yang bersangkutan (b) gagasan tertentu dapat
dikemukakan dalam bentuk yang berbeda, misalnya puisi ke prosa, (c) simbol yang
konotatif (mengandung ketaksaan makna atau abstrak) dapat diganti dengan kata
yang lebih konkret dan mudah dipahami, (d) pengungkapan yang eliptis dapat
ditambah sehingga semakin lengkap dan mudah dimengerti.
I.G.P. Antara (1985) mengemukakan bahwa
teknik memparafrasekan puisi menjadi prosa dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yakni sebagai berikut:
(a) Teknik larik yakni perubahan bentuk
puisi ke dalam bentuk prosa dengan mendasarkan kepada kalimat demi kalimat yang
terdapat dalam puisi tersebut.
(b) Teknik bait yakni perubahan bentuk
puisi menjadi prosa didasarkan kepada susunan bait demi bait yang menyusun
puisi yang diparafrasekan.
(c) Teknik global yakni perubahan bentuk
puisi menjadi prosa yang didasarkan kepada keseluruhan unsur yang membentuk
puisi itu. Makna yang tercermin dalam puisi itu dituangkan ke dalam bentuk
prosa.
Berikut disajikan contoh parafrase puisi ke prosa.
Berikut disajikan contoh parafrase puisi ke prosa.
HARI
LIBUR
Hatiku
gembira
Ujian
usai sudah
Rapor
ku terima
Aku
rangking pertama
Esok
amulai libur
Liburan
kuhabiskan di rumah nenek
Liburan
sambil melepas rindu
Kunikmati
damainya desa
Tiap
hari
Kutelusuri
pematang sawah
Bernyanyi
riang
Menyambut
kicau burung
Satu
minggu sudah
Hari
libur habis
Aku
harus pulang
Selamat
tinggal
Selamat
tinggal nenek
Puisi
yang berjudul “Hari Libur” di atas dapat diubah menjadi sebuah
cerita seperti berikut.
HARI LIBUR
Selain hari minggu, saya selalu
menyelesaikan tugas PR selama 1- 2 jam sesudah bangun tidur siang hari. Setelah itu, baru
pergi main bersama teman teman. Setelah
salat magrib secara berjamaah dengan Bapak,
Ibu dan Kakek, Nenek, dan Kakak, saya belajar selama satu jam untuk mengulangi pelajaran yang telah dipelajari di
sekolah, kemudian pergi menonton dan tidur.
Dengan demikian, pada waktu ujian cawu, seluruh
pertanyaan dapat saya jawab dengan baik dan tepat. Dengan ketekunan dan kedisiplinan belajar
tersebut, pada waktu menerima rapor,
di , lalu saya buka, di dalamnya tertulis sebagai
peringkat I langsung saya mengucapkan
Alhamdulillah, betapa senangnya dan puasnya saya saat itu. Begitu pun, mama ,bapak, dan nenek di rumah.
Sesaat setelah pembagian rapor, ada
siswa bertanya, “Kapan mulai libur cawu , Bu?,” tanya Imran.
“Libur
cawu mulai besok,” jawab Bu Guru.
Ady
sambung bertanya, “Berapa lama libur, Bu?”
Jawab bu Guru, “Sembilan hari. Jadi kita
mulai sekolah pada hari Rabu”
Pada malam harinya, bapak bertanya,
“Berapa lama kau libur, Nak?” “Sembilan hari , Pak!” Jawabku singkat. “Lalu di
mana akan berlibur?” tanya bapak Lagi.“
“Saya mau berlibur ke rumah nenek di desa sambil
melepas rindu, sekaligus menikmati damai dan indahnya panorama desa.“ Jawabku dengan wajah yang ceria.“ Itu ide yang
bagus. Insya Allah nanti bapak-ibu antar
besok sekalian melepas rindu juga dengan nenek dan kelu-arga lainnya di desa kelahiran bapak.
Keesokan harinya, tepatnya pada hari
minggu pagi, saya berangkat bersama Ayah dan ibu ke rumah nenek yang jauhnya sekitar
25 kilometer dari rumah kami. Dua jam
kemudian saya tiba rumah nenek. Betapa gembiranya
nenek menyambut kami, saya langsung dipeluk dan dicium sambil berkata “Kenapa baru datang, Nak. Lama sekali
rasanya baru bertemu. Nenek sudah rindu
sekali”. Baru libur, Nek! Jawabku.
Selama di rumah nenek, setiap hari aku
berjalan bersama nenek, mene-lusuri pematang sawah sambil menyanyi dengan riang
gembira. Utamanya pada pagi hari setelah
shalat subuh, kami berjalan-jalan bersama
nenek mengelilingi desa sambil mendengarkan kicauan berbagai macam burung yang begitu mengasyikkan. Alangkah indahnya
berlibur di rumah nenek.
Pada malam Selasa, saya menyampikan
kepada nenek bahwa besok saya akan pulang karena sudah beberapa hari di sini .
“Mengapa cepat sekali pulang cucuku? Rindu
nenek masih...” ” Lusa hari sekolah sudah mulai,
Nek!” sambungku cepat. “Kalau begitu, nenek tidak bisa
menahanmu, nanti bapakmu marah.” Nek, bisa antar
saya besok sekalian jalan-jalan ke kota.
Sudah lama juga nenek tidak ke kota. Nanti kita jalanjalan menikmati ramai dan hiruk pikuknya kendaraan dan megahnya
bangunan di kota Makassar .“ “Nenek sudah tua,
dan ada sepupumu akan dinikahkan minggu
depan” Jawabnya.
Keesokan harinya, Bapak dan Ibu
menjemputku. Sekiat 20 meter dari rumah nek, Saya melambaikan tangan kepada nenek
sambil mengucapkan dalam hati “Selamat
tinggal panorama desaku yang indah dan permai,
sela-mat tinggal nenek tersayang , sampai jumpa nek di libur cawu mendatang.”
2.3.2
Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis telah dibahas teori
dan penerapannya pada unit subunit 1 yang tujuannya untuk meningkatkan taraf
apresiasi sastra anak SD secara reseptif.
Oleh karena itu, pendekatan analitis pada subunit 2 ini akan diarahkan pembahasan dan penerapannya untuk meningkatkan
taraf apresiasi sastra anak SD secara
produktif.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada
subunit 1 bahwa pendekatan
analitis merupakan pendekatan yang mengarahkan pembaca untuk memahami
unsur-unsur instrinsik yang menangun suatu karya sastra tertentu dan hubungan
antarunsur yang satu dengan lainnya sebagai suatu kesatuan yang utuh (Aminuddin, 2004). Diharapkan dengan pemahaman tersebut pembaca menulis
karya sastra tertntu dengan baik. Untuk itu, sebelum siswa ditugasi menulis
puisi misalnya lebih dahulu dibelajarkan tentang unsur-unsur instrinsik puisi.
analitis merupakan pendekatan yang mengarahkan pembaca untuk memahami
unsur-unsur instrinsik yang menangun suatu karya sastra tertentu dan hubungan
antarunsur yang satu dengan lainnya sebagai suatu kesatuan yang utuh (Aminuddin, 2004). Diharapkan dengan pemahaman tersebut pembaca menulis
karya sastra tertntu dengan baik. Untuk itu, sebelum siswa ditugasi menulis
puisi misalnya lebih dahulu dibelajarkan tentang unsur-unsur instrinsik puisi.
Menurut I.A Richard (dalam
Situmorang,1980) ada dua hal pokok yang
membangun puisi, yaitu hakikat puisi dan metode puisi. Hakikat puisi meliputi
tema, rasa, nada, dan amanat, sedang metode puisi meliputi diksi, gaya bahasa,
kata konkret, imagery, ritme dan rima. Hubungan keduanya erat, oleh Tarigan
(1989) seperti hubungan jiwa dan tubuh.sehingga hakikat puisi dapat disebut
sebagai unsur batiniah dan metode puisi dapat disebut sebagai unsur lahiriah
puisi.
membangun puisi, yaitu hakikat puisi dan metode puisi. Hakikat puisi meliputi
tema, rasa, nada, dan amanat, sedang metode puisi meliputi diksi, gaya bahasa,
kata konkret, imagery, ritme dan rima. Hubungan keduanya erat, oleh Tarigan
(1989) seperti hubungan jiwa dan tubuh.sehingga hakikat puisi dapat disebut
sebagai unsur batiniah dan metode puisi dapat disebut sebagai unsur lahiriah
puisi.
2.3.2.1
Unsur lahiriah (metode puisi)
2.3.2.1.1
Diksi. Diksi merupakan kemampuan memilih kata demi
kata secara tepat menurut tempatnya yang
sesuai dalam suatu jalinan kata yang harmonis
dan artistik sehingga sejalan dengan maksud puisinya, baik secara denotatif maupun secara konotatif. Misalnya:
Sekali
berarti (bukan: bermakna, berguna, bermanfaat)
Sudah
itu mati (bukan: wafat, meninggal, tewas, mampus, dll.
2.3.2.1.2
Gaya bahasa. Gaya bahasa ialah cara atau gaya
tertentu yang digunakan penyair untuk
menciptakan kesan tertentu, daya bayang, dan nilai keindahan, seperti:
- gaya personifikasi : “Kerling danau di
pagi hari” (Situr Situmorang)
- Gaya simbolisme : Ah, rumput, akarmu
jangan turut mengering (Waluyati)
2.3.2.1.3
Kata konkret. Kata konkret ialah pemakaian
kata-kata yang dapat mewakili suatu
pengertian secara konkret dengan memilih kata yang khusus; bukan yang umum, misal:
- Anak itu bersimpuh di kaki ibundanya. (kata khusus)
- Aak itu duduk lalu memeluk kaki ibundanya (kata umum)
- Anak itu bersimpuh di kaki ibundanya. (kata khusus)
- Aak itu duduk lalu memeluk kaki ibundanya (kata umum)
2.3.2.1.4
Daya bayang (imagery). Daya bayang (imagery) ialah kemampuan
penyair mendeskripsikan atau melukiskan suatu benda
atau peristiwa sehingga seolah-olah pembaca
menyaksikan benda atau mengalami peristiwa
seperti yang disaksikan atau dialami penyair tersebut. Daya bayang terwujud sebagai manifestasi dari pemakaian kata
konkret, diksi, dan gaya bahasa yang tepat. Misalnya:
Sajak Kecil Buat Penggalang
Dengan gagah
perkasa
Engkau
berdiri siap siaga
Bersenjata
tongkat dibalut kain selempang
Berhias
tanda-tanda kecakapan
Tali
merah tali sempritan
Tersandang
di lengan tangan kiri
Kepala
dibalut baret
Lengkap
lencana tunas kelapa
Tali
melingkar bergantung dipinggang
Sangkur
menambah indah dipandang
.....................................
2.3.2.1.5
Irama dan rima.
(a)
Irama adalah berkaitan dengan keras lembutnya suara (tekanan),
panjang pendeknya suara (tempo), dan tinggi
rendahnya suara (nada), perhentian sejenak
(jeda) dan lainnya. Misalnya sebagai berikut.
KASIH IBU
Siti Atika
Penuh
kasih engkau nina bobokkan aku
Penuh
cinta engkau suapi aku
Tangisku,
rintihanku dan rengekanku
Tetap
membuatmu tersenyum
Kasihmu seluas samudra
Cintamu sedalam lautan
Sayangmu setinggi gunung
Dengan apa aku harus membalasnya
Ibu....
Di
dunia ini tiada banding kasihmu
Dalam
deritamu
Engkau
tetap tabah mengasuh dan mendidik aku
Ibu.....
Engkau
adalah matahariku
Engkau
adalah rembulanku
Doaku
bersamamu selalu
Semoga
rahmat Ilahi atasmu
(b)
Rima ialah persaman bunyi awal, akhir, awal-akhir. Misalnya:
Caya
bulan di ombak menitik
Embun
berdikit turun menitik (J.E.Tatengkeng)
Segala
menebal, segala mengental
Segala
tak kukenal
Selamat
tinggal...... (Chairil Anwar)
2.3.2.2 Unsur batiniah puisi (hakikat puisi)
(1)
Tema ialah pokok persoalan yang mendasari dan menjiwai setiap larik
puisi. Misalnya, Ayip Rosidi menuangkan tema
“Ketidakpuasan “ dalam puisi “Di Akuarium”:
Di
Akuarium
Ayip Rosidi
Kulihat
ikan-ikan berenangan, alangkah nyaman
dan tenang hidup tanpa persoalan. Betapa ingin
aku menjadi ikan.
Dari
balik kaca, matanya cemburu memandang
Barangkali
ingin menjadi manusia, menjadi aku
Yang
pergi memancing di hari minggu.
(2)
Rasa (feeling) ialah sikap pandang (pendapat) penyair terhadap pokok
persoalan/tema tertentu. Ada penyair yang bersikap
simpati-antipati, setuju-tidak setuju, dll.
Misalnya Chairil Anwar dalam masih bersikap menerima
terhadap gadis yang telah mengecewakannya dengan
persyaratan tertentu. Sebaliknya Armyn Pane bersikap menolak terhadap
gadis yang telah mengecewakannya. Hal itu terungkap dalam puisinya
masing-masing sebagai berikut.
persyaratan tertentu. Sebaliknya Armyn Pane bersikap menolak terhadap
gadis yang telah mengecewakannya. Hal itu terungkap dalam puisinya
masing-masing sebagai berikut.
PENERIMAAN
Chairil Anwar
Kalau
kau mau, kuterima kembali
Dengan
sepenuh hati
Aku
masih tetapi sendiri
Kutahu
kau yang bukan dulu lagi
Bak
kembang sari sudah terbagi
Jangan
tunduk! Tantang Aku
dengan
berani
KEMBANG SETENGAH JALAN
Armyn Pane
Mejaku
hendak dihiasi
Kembang
jauh dari gunung
Kau
petik sekarangan kembang
Jauh
jalan panas hari
Bunga
layu setengah jalan
(3)
Nada (tone) ialah sikap bahasa penyair terhadap penikmat karyanya.
Ada penyair bersikap didaktis, persuasif, sinis
(ironis), tawadhu (rendah
diri), dan sebagainya. Misalnya Ali Hasymi bersikap persuasif dalam puisinya sebagai berikut.
diri), dan sebagainya. Misalnya Ali Hasymi bersikap persuasif dalam puisinya sebagai berikut.
MENYESAL
Pagiku
hilang melayang
Hari
mudaku sudah pergi
Sekarang
petang datang membayang
Batang
usiaku sudah tinggi
Aku
lalai di hari pagi
Beta
lengah di hari pagi
Kini
hidup meracuni hati
Miskin
ilmu miskin harta
Ah,
apa guna kusesalkan
Menyesal
tua tiada berguna
Hanya
menambah luka sukma
Kepada
yang muda kuharapkan
Atur
barisan di pagi hari
Menuju
ke arah padang bakti
(4)
Amanat. Amanat adalah pesan, nasihat, petuah, yang disampaikan oleh
penyair dalam karyanya baik secara langsung atau
taklangsung . Pesan tersebut dapat dijadikan
sebagai perluasan wawasan, memperkaya
pengalaman, dan memperhalus budi pekerta, serta mempertinggi nilai-nilai kemanusiaan. Penerapan pendekatan analitis dalam upaya meningkatkan apresiasi sastra anak SD secara produktif sejalan dengan pendapat Badriyah (2000) tentang langkah-langkah menulis puisi sebagai berikut:
pengalaman, dan memperhalus budi pekerta, serta mempertinggi nilai-nilai kemanusiaan. Penerapan pendekatan analitis dalam upaya meningkatkan apresiasi sastra anak SD secara produktif sejalan dengan pendapat Badriyah (2000) tentang langkah-langkah menulis puisi sebagai berikut:
(1)
Mengamati suatu objek secara cermat.
(2)
Tentukan tema, lalu dijadikan judul puisi.
(3)
Susun alur (kronologis / spasial) lalu kembangkan menjadi cerita.
(4) Susunlah berurutan ke bawah, satu baris satu kalimat pendek.
(5) Jika ada kalimat yang panjang, pendekkan dengan membuang kata kata sambung yang tidak penting.
(4) Susunlah berurutan ke bawah, satu baris satu kalimat pendek.
(5) Jika ada kalimat yang panjang, pendekkan dengan membuang kata kata sambung yang tidak penting.
(6)
Cari kata/kalimat yang intesitas keindahannya dan maknanya kurang kuat
dengan kata-kata yang lebih indah (konotatif) dan
imajinatif, misalnya angin, hitam, diganti
dengan bayu, pekat/kelam.
(7)
Cemati terus menerus tiap kalimat/kata dengan memperhatikan keindahan
bunyi dan penggunaan gaya baya bila memungkinkan.
Sebagai contoh:
BAJU KESUKAANKU
Warnamu
sungguh sangat baik
Mataku
senang melihatmu
Selalu
aku kupakai
Pergi
kegiatan penting
Denganmu
aku gembira dan riang
Dan
bisa bergaul dengan baik
Tanpa
ada rasa malu dan rendah diri
Namun
sekarang ini
Kau
sudah penuh banyak debu
Kau
sudah penuh banyak lumpur
Aku
selalu lupa mencucimu
Puisi
di dapat diperbaiki seperti berikut ini :
BAJU KESAYANGNKU
Warnamu
sungguh menawan
Elok
mata memandangmu
Tiap
saat kupakai
Di
pertemuan penting
Denganmu
aku ceria
Dapat
bergaul leluasa
Dengan
rasa percaya diri
Namun
kini
Kau
berdebu
Kau
berlumpur
Aku
lupa baktimu
III. PENUTUP
Simpulan
3.1 Pengertian
apresiasi sastra anak-anak merupakan serangkaian kegiatan bermain dengan sastra
anak-anak sehingga muncul pengertian, ketepatan dan ketelitian pemahaman,
kepekaan perasaan dan penghargaan yang baik dalam diri anak terhadap sastra
anak-anak.
3.2 Pendekatan
emotif merupakan pendekatan yang mengantar pembaca untuk dapat menikmati dan
menunjukkan nilai-nilai keindahan yang terjandung dalam suatu karya sastra.
Sedang pendekatan didaktis merupakan pendekatan mengarahkan anak untuk dapat memetik
berbagai pesan atau amanat yang terdapat suatu karya sastra. Adapun pendekatan
analitis adalah pendekatan yang dapat membantu pembaca untuk memahami
unsur-unsur instrinsik yang membangun suatu karya hubungan antar unsur tersebut
sebagai suatu kesatuan yang utuh.
3.3 Sastra
anak-anka terdiri atas (1) puisi merupakan pengungkapan gagasan dan perasaan
dalam bentuk rangkaian bait demi bait, (2) prosa merupakan pemaparan peikiran
dan perasaan melaui bentuk paragraf demi paragraf, (3) drama merupakan pengemukaan
gagasan dan perasan melalui bentuk dialog antara berbagai tokoh.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan,
Arif. 2011. “Definisi Apresiasi Sastra” (online)
http://arifayip.blogspot.com/2011/02/definisi-apresiasi-sastra.html ( Diakses pada 26
November 2013, 20.30 WIB)
M.
Faisal, dkk. Kajian Bahasa Indonesia SD. 2009.
Jakarta : Depdiknas.
Puji
Santosa, dkk. Materi dan Pembelajaran
Bahasa Indonesia SD. 2003. Jakarta :
Universitas Terbuka.
ga nyambung
BalasHapus